Jika ditelisik lebih lanjut, penurunan pendapatan usaha bersih itu dipicu oleh melemahnya pemasukan dari jasa asuransi sebesar 18,59% secara tahunan menjadi Rp5,97 triliun.
Pendapatan jasa reasuransi bahkan anjlok 53,53% secara tahunan menjadi Rp409,71 miliar. Sedang hasil jasa asuransi juga susut 31,75% secara tahunan menjadi Rp682,63 miliar.
Yang juga menjadi perhatian dari laporan kinerja keuangan sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini adalah, arus kas TUGU.
TUGU memang masih memiliki kas secara keseluruhan RP307,39 miliar di akhir periode kuartal III-2025. Akan tetapi, angka ini mengecil dibanding akhir Desember 2024 yang sebesar Rp358 miliar.
Penurunan itu disebabkan oleh masih negatifnya kas dan bank (net cash flow), meski defisit pada pos keuangan ini mengecil.
Secara rinci, net cash flow TUGU per akhir September 2025 sebesar defisit Rp51,39 miliar. Sementara, net cash flow per akhir Desember 2024 defisit sebesar Rp175,83 miliar.
Sebagai informasi, net cash flow menjadi salah satu indikator penting yang menunjukkan kesehatan keuangan perusahaan.
Net cash flow yang baik adalah yang surplus. Pasalnya, bukan hanya kemampuan ekspansi, net cash flow memberikan petunjuk seberapa kuat perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
Tak lagi menariknya TUGU juga tercermin dari harga saham, yang kini sudah berada di bawah harga IPO. Dengan harga saat ini di Rp1.040/saham, anjlok 72% dibanding harga IPO Rp3.850/saham.
Saham Tidak Likuid
Analis Phintraco Sekuritas, Nurwachidah, menjelaskan bahwa salah satu kendala utama bagi TUGU adalah optimalisasi imbal hasil investasi. Sebagai perusahaan asuransi umum, pendapatan dari portofolio investasi menjadi salah satu penopang utama profitabilitas di luar premi.
“Dalam lingkungan suku bunga rendah, alokasi aset tradisional seperti obligasi dan deposito menawarkan imbal hasil yang terbatas, sehingga semakin sulit untuk menghasilkan imbal hasil yang menarik dari instrumen konvensional,” kata Nurwachidah dalam risetnya.
Kondisi tersebut berimbas pada prospek kinerja TUGU tahun ini. Phintraco Sekuritas memperkirakan laba bersih perusahaan hingga akhir 2025 berada di kisaran Rp726 miliar, relatif tidak jauh berbeda dari capaian Rp701 miliar pada 2024.
Pandangan serupa disampaikan analis NH Korindo Sekuritas, Leonaro Lijuwardi, yang memperkirakan laba bersih TUGU berada di sekitar Rp700 miliar hingga akhir tahun.
Kinerja keuangan sepanjang semester I/2025 juga menunjukkan tekanan. Laba bersih perusahaan tercatat turun 41,71% secara tahunan menjadi Rp357,53 miliar.
Nurwachidah menambahkan, rendahnya likuiditas saham TUGU menjadi salah satu faktor yang membuat saham ini kurang diminati oleh investor ritel maupun institusi asing.
Volume dan frekuensi transaksi yang terbatas dinilai membuat pergerakan harga sulit mencerminkan kondisi fundamental.
“Kurangnya likuiditas ini dapat membatasi pergerakan harga saham dan mengurangi sejauh mana fundamental positif tercermin dalam valuasi pasar,” ujarnya.
Penerapan PSAK 117
Corporate Secretary TUGU Dudi Subekti memberikan tanggapan terkait kinerja keuangan perusahaan. Menurutnya, penurunan laba bersih TUGU hanya merupakan efek implementasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 117 yang berlaku efektif di industri asuransi mulai tahun 2025.
Dengan adanya implementasi PSAK terbaru terdapat penyesuaian penyajian laporan keuangan terutama dalam hal metode pencatatan pendapatan hingga beban.
Pada PSAK sebelumnya premi dapat langsung dicatat sebagai pendapatan setelah dikurangi beban reasuransi, pencadangan dan komisi. Namun dalam PSAK 117 pendapatan dari segmen asuransi dilihat berdasarkan jasa yang sudah diberikan dengan konsep Hasil Jasa Asuransi.
"Penurunan laba juga disebabkan oleh metode pencatatan maupun pengukuran tersebut. Kendati terlihat mengalami penurunan dengan adanya PSAK 117 tetapi jika menggunakan PSAK sebelumnya dengan membandingkan dengan kinerja September 2024, pada dasarnya laba masih tumbuh dan jika dibandingkan dengan kinerja setahun penuh 2024, capaian laba bersih Perseroan di 9M25 sudah mencapai 85%," jelas Dudi.
Terkait negative cashflow, Dudi menjelaskan, kesehatan keuangan TUGU juga bisa dilihat dari dari 3 aspek atau rasio utama yaitu Rasio Kecukupan Investasi (RKI), Rasio Likuiditas untuk kebutuhan jangka pendek serta Risk Based Capital (RBC) untuk kemampuan memenuhi kewajiban jangka panjang.
"Apabila konteksnya kewajiban memenuhi kewajiban asuransi maka kemampuan TUGU sangat solid dengan RKI 644%, Rasio Likuiditas 219% dan RBC 361% per September 2025. Artinya TUGU memiliki kemampuan yang sangat baik dalam memenuhi kewajiban asuransi baik jangka pendek maupun jangka panjang."
Di sisi lain, untuk perusahaan asuransi, sebagain kas diputar kembali dan diinvestasikan ke berbagai instrumen atau aset investasi. Sehingga penurunan net cash flow lebih banyak disebabkan karena TUGU menempatkan sebagian besar kasnya ke instrumen investasi yang likuid.
Sebagai catatan arus kas dari aktivitas operasi TUGU per September 2025 masih positif Rp600 miliar, kemudian ditempatkan untuk investasi Rp767 miliar dan untuk arus kas pendanaan untuk pembagian dividen Rp273 miliar. Artinya ini merupakan strategi alokasi modal dan penempatan cash flow yang optimal.
(red)
































