Menurutnya, setiap pengelola di sisi manajemen maupun di sisi teknis harus selalu dalam posisi cemas dan khawatir. Sehingga pihak manajemen secara intensif bisa melakukan pengawasan atau monitoring di lapangan tentang prosedur penjaminan kenyamanan dan keselamatan bertransportasi kereta api.
"Jika memang secara kelembagaan dan juga sumber daya manusia yang ada di kereta api masih dianggap kurang, maka mereka harus penuhi secara kuantitas maupun kualitasnya. Termasuk dengan membentuk struktur organisasi baru untuk menguatkan jaminan keselamatan dan kenyamanan," tambahnya.
Ilham melanjutkan, setiap operasional kereta api selalu ada prosedur yang harus dipenuhi. Diantaranya, memastikan kondisi jaringan rel kereta api dalam kondisi baik, memastikan kondisi loko dan gerbong juga dalam kondisi siap dioperasionalkan.
"Jika prosedur sudah dilakukan dan dipenuhi, maka setiap peristiwa kecelakaan kereta api yang tidak memenuhi syarat kelalaian maka ia masuk dalam kategori force majeure atau bencana yang tidak terduga," jelasnya.
Sebelumnya, peristiwa berawal saat KA Purwojaya melintas di Emplasemen Kedunggedeh kilometer 56+1/2. Masinis melaporkan dua kereta bagian belakang keluar dari rel sesaat setelah melintas.
Anjlok Rangkaian kereta tersebut terdiri dari satu lokomotif, delapan gerbong eksekutif, satu kereta makan, dan satu kereta pembangkit, dengan total 232 penumpang.
Setelah laporan diterima, petugas Stasiun Kedunggedeh, dibantu Polisi Khusus Kereta Api (Polsuska), Tim Jalan Rel, serta Sarana Daop 1 Jakarta, langsung bergerak ke lokasi untuk memastikan keselamatan penumpang.
(ell)































