Menurutnya, pemerintah wajib menjamin keamanan pangan dari hulu ke hilir — mulai dari proses produksi, distribusi, hingga konsumsi di sekolah-sekolah penerima manfaat MBG.
“Keamanan pangan bukan hanya soal konsumsi, tapi juga proses produksinya harus dijamin pemerintah. Termasuk keterbukaan informasi seperti kandungan gizi, sumber dapur penyedia, dan status halal makanan,” katanya.
YLKI juga mendorong pemerintah membentuk badan pengawas independen untuk mengawal program MBG. Badan ini diharapkan melibatkan unsur masyarakat sipil, akademisi, serta lembaga pengawasan publik agar pengawasan tidak hanya bersifat internal pemerintah.
“Tim independen ini nantinya harus bisa memastikan proses produksi, distribusi, dan konsumsi berjalan sesuai standar, sekaligus menelusuri bila terjadi kasus keracunan,” jelas Rio.
Selain aspek pengawasan, YLKI meminta pemerintah memperhatikan pemulihan psikologis bagi anak-anak korban keracunan makanan.
Dia menilai tanggung jawab negara tidak berhenti pada penanganan medis, tetapi juga pemulihan kepercayaan siswa terhadap program MBG.
“Anak-anak yang pernah keracunan bisa trauma dan enggan makan MBG lagi. Harus ada pendampingan agar mereka yakin program ini aman,” ujarnya.
Sebagai langkah perbaikan ke depan, YLKI merekomendasikan penguatan mitigasi risiko, pelatihan bagi tenaga pendidikan dan kesehatan di sekolah, hingga penyediaan hotline darurat serta fasilitas medis cepat tanggap jika terjadi insiden serupa.
“Pemerintah tidak boleh gagap menghadapi kasus keracunan. Semua pihak harus siap, dan setiap dapur MBG wajib memenuhi standar keamanan pangan yang ketat,” tegas Rio.
(dec/wdh)
































