Penerbitan obligasi dan sukuk korporasi tercatat sebesar Rp159,1 triliun, naik 70,37% dibandingkan Rp93,4 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, penerbitan medium term notes (MTN) turun menjadi Rp0,8 triliun dari Rp1 triliun, dan efek utang lain seperti sekuritisasi juga menurun menjadi Rp0,2 triliun dari Rp0,5 triliun.
Suhindarto menilai, tren penurunan kupon dan meningkatnya tenor merupakan sinyal bahwa pelaku pasar mulai menyesuaikan diri dengan ekspektasi kebijakan moneter yang lebih longgar. Ia memperkirakan, momentum penerbitan surat utang korporasi akan tetap terjaga hingga tahun depan.
Adapun Pefindo menilai masih terdapat ruang bagi BI untuk kembali menurunkan suku bunga acuan pada kuartal keempat tahun ini. Hal ini sejalan dengan proyeksi bahwa Federal Reserve Amerika Serikat masih berpotensi memangkas suku bunga dua kali lagi hingga akhir 2025.
“Masih ada ruang bagi BI untuk menurunkan suku bunga lagi di kuartal keempat. Biasanya BI akan melihat dua hal: inflasi dan nilai tukar. Dari sisi inflasi masih sesuai target, di kisaran 2,5% plus minus 1%. Namun nilai tukar menjadi perhatian lebih besar karena sempat berfluktuasi tinggi setelah penurunan terakhir,” jelasnya.
Menurut Suhindarto, keputusan BI untuk menurunkan suku bunga selanjutnya akan bergantung pada stabilitas nilai tukar dan arah kebijakan The Fed.
“Setidaknya masih ada peluang satu kali penurunan lagi di akhir tahun ini, mengingat The Fed juga masih akan memangkas dua kali lagi,” ujarnya.
(dhf)






























