Logo Bloomberg Technoz

Artinya, ada potensi keuntungan 33,32% dari harga saat ini.

Sarah Jane Mahmud dari Bloomberg Economics berpendapat, likuiditas sektor perbankan Indonesia terus membaik karena pertumbuhan simpanan sudah melebihi pertumbuhan kredit. Per Agustus, simpanan tumbuh 8% sementara kredit naik 7%.

Penempatan dana pemerintah senilai Rp 200 triliun ke bank-bank Himbara, lanjut Mahmud, menopang perbaikan likuiditas tersebut. Pada akhirnya, biaya dana akan menurun.

“Bank-bank besar di Indonesia, termasuk Bank Mandiri dan BBRI, bisa menikmati pertumbuhan kredit yang sehat sampai 2026,” demikian Mahmud.

Kinerja Ciamik

Bahkan sejumlah analis memberikan target harga yang lebih tinggi. Analis Citi Ferry Wong mempertahankan rekomendasi buy dengan target harga Rp 5.300.

Sementara Analis Verdhana Sekuritas Erwin Wijaya juga mempertahankan rekomendasi buy. Target harga turut dipertahankan di Rp 5.000.

Dalam delapan bulan pertama 2025, BBRI berhasil mencatat pendapatan bunga bersih (Net Interest Income/NII) Rp74,7 triliun. Naik 1,4% dibanding dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya (year–on–year/ yoy).

“Kredit tumbuh 5,8% yoy dan Dana Pihak Ketiga menguat 9% yoy, dengan rasio CASA meningkat menjadi 65,6% pada delapan bulan pertama 2025dari 64,8% setahun sebelumnya, menunjukkan komposisi pendanaan yang lebih sehat. CoC (Cost of Fund/biaya dana) bertahan di 3,3% dan rasio dana terhadap pendapatan (Cost-Income Ratio/CIR) mencatat kenaikan menjadi 37,6% dari 35,1%,” tulis Andrey Wijaya, Analis RHB Sekuritas, dalam risetnya.

Namun memang, marjin bunga bersih (Net Interest Margin/NIM) turun tipis menjadi 6,2% pada delapan bulan pertama 2025 dari 6,4% pada periode yang sama tahun sebelumnya.

“Kami memproyeksikan NIM akan membaik seiring pelonggaran likuiditas dari pemangkasan suku bunga Bank Indonesia (BI) serta penempatan dana pemerintah sebesar Rp 55 triliun,” terang Andrey.

Andrey melihat peluang saham BBRI untuk rebound pada semester II–2025. Didukung perbaikan likuiditas pasca penurunan suku bunga acuan, pelonggaran kebijakan makro prudensial, serta percepatan belanja pemerintah.

“Kami memprediksi pemulihan pendapatan kredit dan fee income pada semester II–2025, seiring perbaikan likuiditas dan dorongan belanja pemerintah, kendatipun risiko terkait segmen mikro masih membayangi.” tambahnya.

(red)

No more pages