Logo Bloomberg Technoz

Artinya, kebocoran baru itu bisa jadi bukan benar-benar aksi terkini atau bukti dominasi atas infrastruktur keamanan Polri saat ini, melainkan bentuk pesan (messaging) bahwa Bjorka belum tertangkap.

Dari sisi teknis, jelas Pratama, aktor siber yang selama ini beroperasi secara asinkron, desentralisasi, dan modular bakal memiliki belbagai teknik yang sulit dilacak, serta menggunakan infrastruktur global yang jauh dari yurisdiksi domestik.

Untuk menjerat Bjorka sepenuhnya, aparat penegak hukum (APH) harus bisa menembus semua lapisan ini, antara lain menyelidiki jejak transaksi kripto secara mendalam, memetakan jejak server (hosting, relay, VPN, TOR nodes), korelasi metadata operasional, dan memastikan tidak ada fallback alias identitas lain yang tak terhubung lewat bukti kuat.

Dari perspektif teknis dan intelijen siber, lanjut Pratama, seseorang yang selama ini beroperasi secara modular, tersebar, mengubah infrastruktur, memanfaatkan layer-layer jaringan tersembunyi (dark web, server proxy, cloaking, penggunaan proxy chain, enkripsi, VPN, dan lain-lain), sangat mungkin menciptakan "alias" atau "pseudonim" pengganti agar bila suatu saat satu titik diidentifikasi, jaringan atau modul lainnya tetap terpelihara. 

"Oleh karena itu, pengakuan WFT sebagai 'Bjorka' dan bukti perangkat kerasnya bisa menjadi bagian dari jejak sebagian kegiatan, tetapi tidak membuktikan bahwa ia adalah semua sisi dari 'Bjorka asli.' Masih terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa yang ditangkap adalah 'Bjorka sesungguhnya' yang selama ini membuat heboh media sosial dan dunia maya Indonesia pada 2022–2023," jelasnya.

Sebagai informasi, Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) menangkap seorang pria berinisial WFT (22) yang mengaku sebagai hacker Bjorka pada 2 September 2025 lalu di Desa Totolan, Kecamatan Kakas Barat, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara (Sulut) atas dugaan tindak pidana akses ilegal (illegal access) dan manipulasi data.

Wakil Direktur Reserse Siber (Wadirressiber) Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar (AKBP) Fian Yunus mengatakan pihaknya belum bisa memastikan pemuda yang diduga sebagai pemilik akun X @bjorkanesiaaa tersebut benar-benar peretas Bjorka yang selama ini dicari-cari polisi sejak 2020 lalu. 

"Klaim kepolisian bisa benar sebagian bahwa ada aktivitas kriminal yang dijalankan WFT dengan nama Bjorka, tetapi belum cukup mendemonstrasikan kesinambungan historis dan strukturalnya sebagai Bjorka asli kecuali jika penyidik berhasil mengaitkan WFT dengan bukti digital mutlak [kunci kriptografi, log server pusat, rantai transaksi mata uang kripto, metadata operasional, dan arsip historis] yang menghubungkan seluruh tindakan Bjorka masa lalu dengan WFT," tutur Pratama.

Dia menerangkan bahwa akun @Bjorkanesiaaa sempat mengunggah cuitan di platform X pada Februari 2025, yang menyatakan Bank Syariah Indonesia (BSI) dan Bank Central Asia (BCA) tengah menjadi target incaran kelompok ransomware. Bahkan, akun anonim tersebut mengancam jika Bank BCA tak merespons, akan terjadi kebocoran data besar.

Namun, Pratama menyebut klaim akun @Bjorkanesiaaa langsung dibantah oleh kanal Telegram Bjorkanism bahwa pada saat itu sangat banyak akun palsu yang menggunakan namanya untuk menipu orang.

Kanal Telegram ini pun mengunggah tangkapan layar (screenshot), memperlihatkan pertanyaan dari seseorang tentang peretasan ke BCA, di mana dilakukan oleh akun yang mengaku sebagai Bjorka atau penirunya, dan pemilik kanal Telegram Bjorkanism membalasnya dengan mengatakan itu merupakan penirunya. 

Pratama juga berharap besar pada pihak polisi agar penegakan hukum dilakukan berdasarkan pembuktian teknis dan forensik siber yang akurat, bukan sekadar pengakuan pelaku atau indikasi kepemilikan akun media sosial.

Dia memaparkan bahwa dunia peretasan modern bersifat sangat kompleks—satu identitas daring bisa dioperasikan oleh banyak pihak, dan satu pelaku bisa berpura-pura menjadi orang lain melalui teknik impersonasi digital.

Oleh karena itu, lanjut Pratama, Polda Metro Jaya harus memperkuat proses penyidikan dengan pendekatan digital evidence chain yang ketat, meliputi analisis log server, network trace analysis, verifikasi alamat internet protocol (IP) lintas negara, serta korelasi artefak digital yang bisa menghubungkan perangkat pelaku dengan aksi Bjorka pada 2022–2023.

Menurutnya, transparansi terhadap hasil pemeriksaan forensik digital (digital forensic examination) ini bisa menjadi kunci untuk menjaga kredibilitas proses hukum.

"Kasus ini juga diharapkan dapat menjadi momentum reflektif bagi aparat dalam memperkuat kapabilitas digital forensic nasional. Penangkapan hacker bukan hanya tentang 'siapa yang ditangkap,' tetapi tentang kemampuan negara melacak dan memvalidasi bukti dengan standar internasional," ujar Pratama.

"Jika penanganannya dilakukan dengan benar, kasus ini dapat menjadi preseden penting yang menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya mampu merespons serangan siber, tetapi juga memahami anatomi jaringan kejahatan digital global dengan cermat dan ilmiah. Dengan demikian, publik berharap Polda Metro Jaya menjadikan kasus Bjorka bukan sekadar ajang pembuktian polisi bisa 'menangkap hacker,' melainkan pembelajaran kelembagaan tentang bagaimana aparat penegak hukum bertransformasi dari sekadar reaktif menjadi proaktif, presisi, dan kredibel di ranah keamanan siber nasional," imbuh dia.

Dugaan Data 341 Ribu Anggota Polri Bocor

Di samping itu, Polda Metro Jaya menyebut sedang mendalami dugaan kebocoran data sekitar 341 ribu personel Polri, yang diklaim dilakukan oleh hacker Bjorka.

Ditsiber Polda Metro Jaya klaim tangkap Hacker Bjorka yang jual data bank dan perusahaan. (Tangkapan layar via Instagram @poldametrojaya)

"Itu kita dalami lagi, saya baru dengar. Saya cek dulu," kata Kepala Sub Bidang Penerangan Masyarakat (Kasubdit Penmas Bid Humas) Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar (AKBP) Reonald Simanjuntak kepada awak media di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (6/10/2025).

Sebelumnya, dugaan kebocoran data berisikan ratusan ribu data personel Polri ini tersiar dari unggahan pakar keamanan siber, Teguh Aprianto, melalui akun medsos X miliknya @secgron pada Minggu (5/10/2025).

Dalam unggahannya, ditampilkan screenshot yang menunjukkan bahwa peretas yang mengklaim sebagai Bjorka diduga membocorkan data anggota Polri meliputi nama lengkap, satuan tugas, nomor telepon, pangkat, dan surat elektronik (e-mail).

(far/ros)

No more pages