Hari ini, indeks tersebut juga kembali menguat, terapresiasi 0,28% ke 98,4 pada pukul 18:00 WIB. Terlebih lagi, siang tadi sempat menyentuh penguatan tertinggi mencapai 98,468.
Penguatan rupiah spot jauh lebih baik daripada tren mata uang Asia yang didominasi zona merah.
Penguatan rupiah berhasil menempatkannya sebagai mata uang dengan kinerja terbaik urutan kedua hari ini di Asia. Hanya kalah dari peso Filipina yang menguat mencapai 0,38%.
Namun, rupiah masih lebih baik dibanding ringgit Malaysia yang terapresiasi 0,03%, dan rupee India yang menguat 0,01%.
Di sisi berseberangan, dolar Taiwan melemah terdalam mencapai 0,44%, yen Jepang minus 0,26%, baht Thailand 0,2%, dolar Singapore 0,05%, yuan offshore 0,02%, dan dolar Hong Kong yang terdepresiasi 0,01%.
Rupiah menguat bersamaan dengan reli Bursa Saham pasar dalam negeri terus berlanjut. IHSG ditutup menguat 0,36% di zona harga tertinggi sepanjang masa All Time High pada posisi 8.169,28, memperpanjang reli beruntun dalam empat hari perdagangan.
Sedang di pasar Surat Utang Negara, yield SUN mayoritas turun lagi.
Masifnya agresifitas investor menggembirakan perburuan akan Surat Utang Negara sampai perdagangan Selasa hari ini (7/10/2025), mayoritas SUN bergerak turun yield atau imbal hasilnya, mengindikasikan terjadi permintaan beli yang mengerek harga obligasi negara.
Penurunan imbal hasil surat utang merupakan indikasi kenaikan harga surat utang. Penurunan yield paling besar dicatat oleh tenor 8Y yang melemah 7 basis poin (bps) di level 6,150%. Lalu tenor 15Y dan 10Y juga turun masing–masing 5,5 bps dan 4,7 bps, menjadi 6,684% dan 6,248%.
Penurunan juga dicatat oleh SUN tenor 2Y sebesar 1,6 bps yang sampai dengan saat ini ada di level 4,949%. Sedang SUN tenor acuan 5Y mencatat penurunan yield sebanyak 1,6 bps di 5,447%.
SUN tenor lebih panjang 20Y juga turun yield–nya sebesar 1,3 bps menjadi 6,8%, bersama tenor 30Y yang juga melemah 1,5 bps sampai ada di level 6,86%.
Penguatan nilai tukar rupiah, IHSG yang melesat, dan reli pasar Surat Utang Negara terjadi usai pengumuman cadangan devisa Indonesia per September 2025.
Hasilnya, posisi cadangan devisa per September terbilang US$148,7 miliar, tergerus hingga US$2 miliar dibanding posisi bulan sebelumnya. Level tersebut menjadi posisi cadev RI terendah sejak Juli 2024 tahun lalu.
Penurunan posisi cadev itu dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah dalam menghadapi ketidakpastian pasar keuangan global yang tetap tinggi selama bulan lalu.
Bank Indonesia menjelaskan, biarpun terjadi penurunan posisi cadev pada September, nilai saat ini masih memadai karena setara dengan pembiayaan 6,2 bulan impor atau 6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Samuel Sekuritas Indonesia menyebut, cadangan devisa Indonesia masih berada jauh di atas standar kecukupan internasional, setara untuk membiayai 6,2 bulan impor atau 6,0 bulan impor termasuk pembayaran utang luar negeri — jauh melampaui patokan global sekitar tiga bulan.
“Kondisi ini memberikan penyangga likuiditas yang nyaman bagi stabilitas eksternal,” papar Samuel dalam riset terbarunya, Selasa.
Ke depan, cadangan devisa diperkirakan dapat pulih secara moderat pada Kuartal IV–2025, seiring penguatan penerimaan ekspor komoditas (terutama dari nikel, tembaga, dan CPO), serta arus masuk devisa musiman dari sektor turisme dan pelancongan, dan investasi asing langsung (Foreign Direct Investment,/FDI).
Ditambah lagi, surplus perdagangan, penerbitan Samurai–bond, dan potensi arus masuk portofolio seiring ekspektasi siklus penurunan suku bunga BI juga berpotensi memperkuat cadangan devisa.
“Dengan demikian, kebijakan BI yang berhati–hati dan seimbang akan menjadi kunci untuk menopang stabilitas makroekonomi Indonesia hingga tutup tahun 2025,” tutup riset Samuel tersebut.
(fad)
































