Logo Bloomberg Technoz

"Punya logika berpikir nggak kita di sini? Satu sisi petani menjerit, karena rafinasi mesinnya bagus. Anda melawan mesin tahun 60-an, ya menang lah," tegasnya.

Ia menekankan bahwa seluruh produsen gula rafinasi itu harus bertanggung jawab terhadap penyebaran gula rafinasi di pasaran. 

Sebelumnya, Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mengungkap kembali adanya praktik kebocoran gula rafinasi ke pasar tradisional. Sekretaris Jenderal APTRI, M. Nur Khabsyin, menegaskan praktik tersebut melanggar hukum dan harus segera ditindak aparat.

"Ya kita minta ditindak tegas lah itu. Karena itu kan melanggar hukum ya. Jadi itu kita serahkan ke aparat ya, Satgas Pangan untuk menindak kebocoran gula rafinasi di pasar itu," kata Khabsyin saat ditemui di sela Seminar Ekosistem Gula Nasional, Rabu (27/8/2025).

Menurutnya, kebocoran gula rafinasi di pasar bisa terjadi di banyak titik. Pintu kebocoran itu bisa dari produsen, distributor, hingga melalui koperasi.

"Itu banyak pintu. Jadi kebocorannya banyak pintu. Bisa dari produsennya, bisa dari distributornya, atau dari koperasi pemasarannya. Itu yang pintu kebocoran," ungkapnya.

Dia menilai jalur distribusi gula tersebut melalui koperasi menjadi celah yang paling rawan. Pasalanya, saat ini tidak ada batasan kuota bagi koperasi untuk memasarkan gula rafinasi, sehingga peredarannya sulit dikendalikan.

"Nggak ada batasan. Koperasi berapapun dia bisa memasarkan dan itu yang banyak kebocorannya di situ," imbuhnya. 

APTRI mengusulkan agar penyaluran gula rafinasi diperketat khususnya yang melalui koperasi. 

“Kami mengusulkan dibatasi 20%. Sisanya itu dari perusahaan rafinasi langsung kepada industri mamin [makanan dan minuman]. Jadi perusahaan ke perusahaan. Jangan lewat distributor, itu yang menjadikan bocor nanti," terang Khabsyin.

Dia membeberkan kebocoran gula rafinasi diperkirakan mencapai 500 ribu ton setiap tahun. Padahal, kebutuhan nasional hanya sekitar 2,7 juta ton, sementara impor mencapai 3,4 juta ton.

(ain)

No more pages