Namun, dalam skala global, situasi diperkirakan akan semakin memburuk yang membuatnya menurunkan proyeksi pertumbuhan di kawasan tersebut, dengan risiko utama oleh ketidakpastian kebijakan dagang Amerika Serikat (AS).
"Dalam lingkungan perdagangan global yang baru, sangatlah penting agar berbagai pemerintahan terus mengedepankan manajemen makroekonomi yang kuat, keterbukaan, dan integrasi regional lebih lanjut," ujar Albert.
Hal itu juga membuat ADB memproyeksikan perekonomian di kawasan Aia Tenggara menjadi 4,3% untuk 2025, dan sama pula untuk 2026—turun 0,4 poin persentase untuk setiap tahun.
"Ketegangan geopolitik yang masih terjadi, potensi makin memburuknya pasar properti RRT [Republik Rakyat Tiongkok], dan kemungkinan volatilitas pasar keuangan juga dapat berdampak terhadap proyek kawasan ini."
(lav)































