Di sisi lain, Fahmy menyatakan kebebasan pengadaan BBM oleh BU hilir migas swasta merupakan salah satu faktor yang membuat perusahaan SPBU swasta ingin berbisnis di Indonesia.
Fahmy menjelaskan operator SPBU swasta seperti Shell Indonesia memiliki portofolio impor yang tersebar di berbagai lokasi. Dia juga menyebut Shell Indonesia turut membeli BBM dari perusahaan induknya yakni Shell Plc.
Langkah tersebut telah biasa dilakukan oleh perusahaan SPBU swasta, salah satunya dikarenakan harga BBM yang dibeli dapat lebih kompetitif.
Walhasil, Fahmy menilai langkah pembelian BBM dari Pertamina oleh SPBU swasta akan menghilangkan kebiasaan perusahaan SPBU swasta tersebut dan akhirnya dana yang dikeluarkan harus lebih tinggi sehingga menekan margin keuntungan.
Bahkan, dia mewaspadai jika kebijakan tersebut dijalankan dalam jangka waktu lama, perusahaan SPBU swasta dapat merugi hingga hengkang dari bisnis hilir migas di Indonesia.
“Saya kira Pertamina kan juga pasti akan menuntut margin. Kan tidak ada free lunch diberikan begitu saja,” ucap dia.
“Saya perkirakan harganya lebih mahal, karena harganya lebih mahal, maka operasional cost-nya SPBU swasta itu lebih besar dan itu akan mengurangi margin. Margin SPBU itu kan kecil gitu ya. Kalau kemudian berkurang terus ya lama-lama habis dan bahkan rugi,” lanjutnya.
Untuk diketahui, PT Pertamina Patra Niaga (PPN) mengumumkan kargo base fuel atau bensin mentah yang akan dipasok ke operator stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta dipastikan tiba di Jakarta pada hari ini, Rabu (24/9/2025).
Akan tetapi, masih terdapat beberapa BU swasta yang memerlukan waktu untuk berkoordinasi dengan kantor pusat masing-masing sehingga belum menyerahkan kebutuhan kuota BBM tambahan.
Roberth mengklaim BU hilir migas swasta tersebut telah memiliki komitmen yang sama untuk segera menyampaikan kebutuhan kuota tambahan.
“Pertamina Patra Niaga menawarkan mekanisme penyediaan pasokan dengan menggunakan prosedur yang ada. Harapan kami, BU swasta dapat berkolaborasi dengan niat baik, sambil tetap menghormati aturan dan aspek kepatuhan yang berlaku di BUMN,” kata Roberth, dalam keterangan tertulis, Rabu (24/9/2025).
Roberth juga menegaskan perseroan memastikan kargo base fuel yang dibutuhkan telah tiba di Jakarta sesuai spesifikasi Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas). Akan tetapi, dia enggan mengungkapkan besaran volume base fuel yang tiba di Tanah Air tersebut.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia membeberkan perusahaan pengelola SPBU swasta sepakat untuk membeli bensin dari Pertamina untuk mengisi kekosongan saat ini.
Nantinya, Pertamina bakal melakukan impor untuk menambal kebutuhan bahan bakar minyak jaringan SPBU swasta yang telah kosong sejak bulan lalu.
Di sisi lain, dia memastikan, bahan bakar yang akan dibeli SPBU swasta dari Pertamina akan berbasis base fuel atau murni. Dengan demikian, racikan formula aditif akan ditambahkan sendiri oleh masing-masing perusahaan.
“Dipastikan bahwa karena pasokan Pertamina yang sekarang sudah dicampur, jadi kemungkinan besar impornya impor baru,” kata Bahlil, pekan lalu.
Menurut data Kementerian ESDM, Pertamina Patra Niaga memiliki sisa kuota impor sebesar 34% atau sekitar 7,52 juta kiloliter (kl) sampai akhir tahun ini.
Kuota itu dianggap cukup untuk memenuhi tambahan alokasi bagi SPBU swasta hingga Desember 2025 sebesar 571.748 kl.
Menurut Bahlil, sumber BBM yang akan diimpor Pertamina tidak penting berasal dari mana. Hal yang terpenting, kata Bahlil, adalah bahwa BBM tersebut akan tersedia dalam waktu tujuh hari di SPBU swasta.
“Jangan tanya dari mana, yang penting 7 hari barang sudah kembali ke Indonesia,” ucap Bahlil.
(azr/wdh)

































