“Hal ini menunjukkan bahwa likuiditas lokal masih dapat menggerakkan pasar dan memberikan kedalaman, bahkan ketika investor global bersikap hati-hati,” dikutip Rabu (24/9/2025).
Secara valuasi, acuan IPO EMAS kala itu [Rp1.880 - Rp3.020] ditawarkan lebih mahal dibanding emiten sejenis yang sudah lebih mature, dilaporkan Kiwoom Sekuritas dalam risetnya. Price to book value (PBV) EMAS juga relatif jauh di atas peers sejenis, di kisaran 3,66x–4,83x.
Dengan harga yang premium, lanjut analis Kiwoom, alhasil investor hanya bisa berharap pada potensi cadangan tambang besar di masa depan atau menjadikannya investasi jangka panjang
Pada laporan keuangan yang telah dipublikasikan, EMAS mencatatkan kerugian periode berjalan sebesar US$9,21 juta per kuartal I-2025, lebih buruk dibandingkan periode sebelumnya di US$4,17 juta. Secara histori catat rugi EMAS secara konsolidasi tahunan adalah US$11,33 juta (2022), US$6,8 juta (2023), dan US$12,7 juta (2024).
Kerugian disebabkan nihilnya pemasukan. Prospektus terkini mengungkapkan perusahaan tidak memperoleh pendapatan sama sekali, mengulang kondisi serupa pada tahun buku 2022.
Direktur Utama Albert Saputro pun menyatakan hingga akhir tahun ini perusahaan masih akan merugi mengingat pada periode yang sama EMAS belum bisa mencatatkan produksi emas.
“Emas pertama baru akan ada di akhir kuartal I-2026, jadi 2025 ini masih rugi. Kalau sudah produksi, dengan harga emas di level sekarang mestinya kondisi akan berbalik di 2026. Hanya saja, saya tidak bisa memprediksi harga emas di kuartal I nanti,” jelas Albert di Jakarta Selasa kemarin.
(red/wep)































