Laode juga memberikan sinyal bahwa Kementerian ESDM tak akan memberikan tambahan kuota impor bagi SPBU swasta.
Menurut dia, BU hilir migas swasta bisa membeli BBM milik Pertamina untuk mengatasi persoalan pasokan yang tengah terjadi.
“Diharapkan badan usaha swasta bisa memanfaatkan kelebihan volume ini untuk mendistribusikan BBM-nya,” kata
Ditemui di lokasi yang sama, juru bicara Kementerian ESDM Dwi Anggia menyatakan Pertamina telah menyanggupi untuk menyuplai BBM kepada perusahaan SPBU swasta tersebut.
Saat ini, kata Anggia, Pertamina sedang menunggu mekanisme jual-beli BBM dengan SPBU swasta tersebut. Akan tetapi, dia belum dapat memastikan apakah para perusahaan SPBU swasta tersebut bersedia untuk membeli BBM dari Pertamina atau tidak.
“Masih dalam diskusi kan dikembalikan ke masing-masing badan usaha ya, dari badan usaha swasta nya masing-masing,” kata Anggia ditemui di lokasi yang sama.
Anggia juga memastikan akan terdapat rapat lanjutan untuk membahas sikap lanjutan yang diputus oleh para perusahaan SPBU swasta dan teknis jual-beli BBM tersebut.
“Masih pasti masih ada [rapat lanjutan], masih menunggu update selanjutnya dari masing-masing barang usaha swasta,” lanjut Anggia.
Diragukan Pakar
Di sisi lain, pakar industri migas memprediksi impor BBM Indonesia akan mencapai sekitar 660.000 barel per hari (bph) untuk memenuhi kebutuhan sebanyak 1,5 juta juta barel, lantaran kilang milik Pertamina dinilai baru mampu memproduksi BBM sekitar 840.000 bph.
Hal tersebut merespons arahan pemerintah agar BU hilir migas membeli BBM dari Pertamina, dalam rangka mengatasi keterbatasan pasokan bensin RON 92 dan 95 di SPBU swasta.
Direktur Utama Petrogas Jatim Utama Cendana (PJUC) Hadi Ismoyo berpendapat kapasitas kilang Indonesia setelah proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) atau ekspansi Kilang Balikpapan rampung dikerjakan memang diyakini meningkat menjadi 1,2 juta bph.
Pun demikian, jumlah produk BBM yang bisa dihasilkan diprediksi tidak sebesar itu, lantaran terdapat faktor rendemen; yaitu perbandingan antara minyak mentah yang masuk ke kilang dengan produk BBM yang keluar.
Hadi memprediksi, dengan asumsi rendemen kilang rata-rata 70%, maka dari kapasitas 1,2 juta barel tersebut, Indonesia hanya mampu menghasilkan sekitar 840.000 barel BBM per hari.
“Artinya untuk memenuhi kebutuhan nasional, maka diperlukan impor 0,66 juta barel per hari. Produksi nasional kita saat ini 0,60 juta bph, untuk memenuhi kebutuhan kilang saja sebesar 1,2 juta bopd masih butuh 600 bopd import crude [minyak mentah] dari luar,” kata Hadi ketika dihubungi, Senin (8/9/2025).
Adapun, wacana badan usaha swasta membeli BBM dari Pertamina berawal dari ucapan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.
Bahlil menegaskan, secara peraturan juga disebutkan bahwa SPBU swasta yang belum mendapatkan alokasi BBM sesuai kebutuhan dapat membeli di Pertamina.
Sekadar catatan, dua perusahaan ritel BBM swasta—yakni Shell Indonesia dan BP-APKR — melaporkan kehabisan pasokan sejak akhir bulan lalu.
Presiden Direktur BP-AKR Vanda Laura menjelaskan ketersediaan stok dua jenis BBM tersebut hingga hari ini, Senin (8/9/2025), masih belum kembali normal alias masih mengalami gangguan pasokan.
Sementara itu, Shell Indonesia melaporkan kehabisan pasokan pada lini produk Shell Super, Shell V-Power dan Shell V-Power Nitro+. Akan tetapi, Shell terpantau kembali menjual BBM jenis Shell Super (RON 92) di berbagai stasiun pengisian bahan bakar minyak (SPBU) wilayah Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Jawa Timur.
(azr/wdh)































