Logo Bloomberg Technoz

Penerimaan Berkurang

Pri Agung memandang kebijakan HGBT membuat penerimaan negara dari sektor migas berkurang. Ia mengutip data Kementerian ESDM, selama periode 2020–Oktober 2024 total potensi penerimaan negara yang hilang akibat HGBT diklaimnya mencapai Rp81,5 triliun.

Dengan begitu, dia mendorong agar pemerintah tak lagi menentukan harga jual gas dalam program HGBT melainkan memberikannya sesuai mekanisme pasar yang berlaku. Setelah itu, pemerintah bisa memberikan insentif fiskal langsung ke industri untuk mensubsidi kebutuhan gas.

“Jadi, mendingan harganya tetap sesuai keekonomian, berapa hasilnya itu, itulah yang dipakai untuk memberikan insentif kepada industri. Jadi, sebenarnya hanya mekanismenya saja, insentifnya buat industri tetap,” ucapnya.

Sementara itu, dia menilai kebijakan program HGBT yang saat ini berlaku memberikan sentimen buruk terhadap iklim investasi di sektor gas bumi Indonesia. Apalagi, harga jual yang dipatok tak sebanding dengan nilai keekonomian pengembangan lapangan gas.

Lalu bagi industri penyalur gas seperti PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. (PGAS) atau PGN, kebijakan HGBT membuat sektor tersebut sulit berkembang karena perlu menjaga biaya operasional dengan ketatnya keuntungan yang didapat.

“Dan kemudian supaya juga terukur. Artinya, jangan sampai misalkan memberikan insentif kepada industri, kemudian ya tidak tepat sasaran. Industri yang diberi insentif itu misalkan malah tidak perform,” ujarnya.

Untuk diketahui, sejumlah pelaku usaha mengeluhkan terjadi pengetatan pasokan gas bumi untuk program HGBT. Mereka memprotes PGN yang membatasi volume penyaluran HGBT dan mengenakan surcharge atau biaya tambahan yang tinggi pada Agustus.

Dalam surat resmi PGN bernomor 048800.PENG/PP/PDO/2025, manajemen menyatakan keadaan darurat tersebut terjadi sejak 15 Agustus 2025, tetapi tidak dijelaskan tenggat kondisi darurat itu.

Usai pengumuman keadaan darurat tersebut, industriawan dari sektor-sektor penerima HGBT ramai-ramai melaporkan pasokan gas dari PGN menyusut. Mereka juga mengeluhkan adanya pembatasan volume penggunaan HGBT menjadi hanya 48% dari alokasi.

Sementara itu, sisa kebutuhan gas sebesar 52% harus dipenuhi dengan pasokan regasifikasi LNG dengan biaya tambahan yang tinggi dari harga dasar.

Mendengar keluhan pelaku industri, Kementerian Perindustrian pun berang. Melalui juru bicaranya, Febri Hendri Antoni Arief, Kemenperin menggarisbawahi bahwa HGBT merupakan keputusan Presiden, sehingga tidak seharusnya ada yang menaikkan harga apalagi membatasi pasokan.

Febri membeberkan surcharge yang ditanggung industri akibat pembatasan pasokan gas oleh PGN itu mencapai US$16,77/MMBtu, sangat jauh dari HGBT. Katanya, pengetatan pasokan gas dengan harga khusus akan berimbas terhadap keberlangsungan industri manufaktur.

Dalam perkembangannya, PGN mengumumkan bahwa pasokan gas bumi yang dialirkan ke wilayah Jawa Barat telah kembali normal, setelah sebelumnya sempat tersendat akibat pasokan dari hulu mengalami permasalahan.

Sekadar catatan, pemerintah mematok HGBT hanya sekitar US$6,5—US$7 per million british thermal unit (MMBtu) untuk 7 sektor industri antara lain pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.

Amanat itu tertuang dalam Kepmen ESDM No.76/2025. Dalam Kepmen tersebut, HGBT dibedakan berdasarkan pemanfaatan gas bumi sebagai bahan bakar sebesar US$7/MMBtu dan untuk bahan baku sebesar US$6,5/MMBtu.

(azr/wdh)

No more pages