Perbandingan Film Merah Putih One For All dan Jumbo
Referensi
12 August 2025 15:00

Bloomberg Technoz, Jakarta - Industri animasi Indonesia semakin berkembang, menghadirkan karya-karya lokal yang berusaha bersaing di layar lebar. Dua judul yang belakangan ramai dibicarakan adalah Merah Putih One For All dan Jumbo. Meski sama-sama menyasar pasar penonton anak-anak, keduanya memiliki perbedaan mencolok dari segi biaya produksi, kualitas visual, cerita, hingga respons publik.
Dilansir Bloomberg Technoz dari berbagai sumber, artikel ini akan membahas perbandingan kedua film tersebut untuk melihat mana yang lebih unggul dan mengapa perbedaannya begitu mencolok.
1. Biaya Produksi dan Lama Pengerjaan
Perbedaan paling mencolok terletak pada waktu produksi dan anggaran yang digunakan.
-
Merah Putih One For All: Diproduksi dalam waktu kurang dari dua bulan dengan anggaran sekitar Rp6,7 miliar. Kecepatan produksi ini menjadi perhatian publik karena berdampak pada hasil akhir, terutama di aspek animasi yang dinilai kurang halus dan gerakan karakter yang tidak natural.
-
Jumbo: Menghabiskan waktu produksi hingga lima tahun dengan biaya melebihi Rp20 miliar. Dana besar dan proses panjang ini berbuah hasil positif—Jumbo dipuji sebagai salah satu film animasi terbaik di Indonesia, baik dari segi kualitas visual maupun detail pengerjaan.
Perbedaan waktu dan dana ini menunjukkan bahwa proses panjang dengan dukungan finansial memadai dapat menghasilkan karya yang lebih matang dan memuaskan.
2. Studio dan Reputasi Produksi
Faktor lain yang membedakan kedua film ini adalah studio yang menggarapnya.
-
Jumbo: Diproduksi oleh Visinema Pictures, rumah produksi ternama yang sudah melahirkan film-film sukses seperti Filosofi Kopi. Visinema dikenal memiliki standar kualitas tinggi, tim kreatif berpengalaman, serta dukungan dana yang kuat untuk setiap proyek.
-
Merah Putih One For All: Digarap oleh Perfiki Kreasindo, studio yang masih asing di telinga publik. Minimnya rekam jejak membuat ekspektasi penonton cenderung rendah, apalagi ketika hasil akhirnya dianggap belum memenuhi standar film animasi layar lebar.






























