Logo Bloomberg Technoz

Perjalanan awal kompleks negosiasi tarif sebelumnya dimulai sesaat setelah Presiden Donald Trump mengumumkan tarif resiprokal untuk 180 negara yang melakukan perdagangan ekspor ke AS, pada tanggal 2 April 2025 lalu.

Dari pengumuman tersebut, Indonesia turut dikenakan tarif sebesar 32%. Donald Trump mengatakan penundaan tarif selama 90 hari sejak diumumkan, yang berarti akan mulai berlaku pada 9 Juli lalu.

Putuskan Negosiasi

Menanggapi hal itu, pemerintah menggelar rangkaian Rapat Koordinasi Terbatas yang melibatkan sejumlah Menteri terkait untuk merumuskan strategi, membentuk Tim Negosiasi yang dipimpin langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, serta melakukan sosialisasi dan menghimpun masukan dari asosiasi pelaku usaha terdampak.

Dengan berbagai pertimbangan yang telah dihimpun, Presiden Prabowo Subianto akhirnya menyampaikan bahwa Indonesia secara resmi memutuskan akan melakukan proses negosiasi bilateral sebagai respons dari kebijakan tarif yang dikenakan. 

Pada tahap awal, delegasi Indonesia telah mengirimkan surat resmi terkait negosiasi tarif perdagangan pada Pemerintah AS pada tanggal 7 dan 9 April 2025. Dari pengiriman surat resmi ini, pemerintah Indonesia mendapatkan respons positif dari pihak USTR (United States Trade Representative).

“Saya laporkan ke presiden yang ditawarkan Indonesia secara prinsip, melalui surat yang disampaikan 7 April dan 9 April mendapatkan apresiasi dari Amerika," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers pada 28 April lalu.

Negosiasi tersebut langsung dipimpin oleh Airlangga, bersama dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Gubernur Bank Indonesia, hingga pejabat bidang ekonomi lainnya yang mulai pada 14 hingga 23 April dengan sejumlah pejabat tinggi AS yakni US Trade Representative (USTR), Secretary Commerce, Secretary Treasury, dan Director of National Economic Council hingga pelaku usaha AS.

Penawaran Awal: Janji Beli Produk Pertanian AS Hingga Energi

Airlangga mengatakan  Indonesia telah menyampaikan sejumlah tawaran kepada AS antara lain: Meningkatkan pembelian energi, produk pertanian, dan Engineering, Procurement, Construction (EPC), memberikan insentif dan fasilitas bagi perusahaan AS dan Indonesia.

Kemudian, Indonesia juga membuka dan mengoptimalkan kerja sama mineral kritis (critical mineral), memperlancar prosedur dan proses impor untuk produk AS, dan  mendorong investasi strategis dengan skema business to business (B2B).

Perinciannya, Indonesia akan membeli produk energi mulai dari minyak mentah dan gas (migas) dari AS dengan total nilai mencapai US$15 miliar atau setara Rp245 triliun. Untuk produk pertanian sebesar US$4,5 miliar. Indonesia juga diminta membeli sebanyak 50 pesawat Boeing.

Langkah tersebut diharapkan dapat mengurangi pengenaan tarif sebesar 32% itu.

Negosiasi Ulang

Namun, langkah penawaran pada negosiasi pertama itu sia-sia. Donald Trump tetap mengirim surat kepada Presiden Prabowo Subianto pada 7 Juli lalu bahwa tarif resiprokal untuk Indonesia tetap dikenakan sebesar 32% dan mulai berlaku pada 1 Agustus 2025.

Merespons hal itu, pemerintah melalui tim negosiasi kembali bertolak ke Washington D.C pada 9 Juli 2025, untuk bertemu dengan US. Secretary of Commerce dan US Trade Representative untuk membahas kelanjutan negosiasi setelah pengumuman tarif baru.

Negosiasi terus berlangsung, hingga pada akhirnya Indonesia resmi mendapat pengurangan tarif menjadi 19% yang langsung juga diutarakan oleh Donald Trump melalui akun media sosial resminya.

Selanjutnya pada tanggal 22 Juli 2025 lalu, Pemerintah AS mengeluarkan Pernyataan Bersama Tentang Kerangka Kerja Sama Antara Amerika Serikat dan Indonesia Tentang Perdagangan Resiprokal, sebagai salah satu bagian dari penurunan tarif menjadi 19%.

Tetapi, dalam joint statement tersebut, AS meminta Indonesia untuk mempertimbangkan pembebasan tarif kepada seluruh produk ekspor dari seluruh perusahaan yang berasal dari negara, termasuk meminta pengecualian dalam persyaratan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) bagi produknya.

Hingga saat ini, pemerintah mengatakan  pemberlakukan tarif 0% kepada produk Negeri Paman Sam tersebut hingga kini "masih dalam pembahasan", termasuk permintaan sejumlah komoditas Indonesia agar dikecualikan kena tarif 19%, seperti kakao hingga minya kelapa sawit (CPO).

(lav)

No more pages