Startup yang berfokus pada pertumbuhan bukan tindakan yang diharamkan. Namun lain soal jika dalam perjalanannya oknum pendiri melakukan aksi pengelabuan data keuangan demi memperoleh pendanaan.
Mantra populer “growth at all cost” di kalangan investor dan pelaku startup selama satu dekade terakhir kini berujung pada skeptisisme. Pasalnya hasil dari mengejar pertumbuhan memunculkan laporan “tidak masuk akal” dan telah berlangsung selama bertahun-tahun, jelas Martyn Terpilowski, seorang investor sekaligus CEO Bhumi Varta Technology (BVT).
Martyn menyatakan fenomena valuasi startup yang terus melambung tanpa dasar bisnis kuat menjadi cermin niretika pada bisnis startup. Praktiknya hanya terkonsentrasi pada membesar-besarkan potensi pasar. “Hal ini menciptakan sebuah dunia di mana orang harus berbohong dan menipu agar bisa menyesuaikan diri,” tutur dia.
Dalam perkembangan pengungkapan kasus pemalsuan catatan keuangan eFishery, Brigjen Pol. Helfi Assegaf menyatakan telah terjadi penggelapan dana sekitar Rp15 miliar “[Total penggelapan dana] untuk yang awal yang sudah kita buktikan 15 miliar [rupiah],” terang Helfi dalam keterangannya kepada awak media Selasa (5/8/2025).
“Ketiganya berkolaborasi, bersama-sama melakukan penipuan dan penggelapan terhadap proses investasi pada PT eFishery, dengan melakukan markup [melebih-lebihkan] investasi tersebut.”
Dalam wawancaranya dengan Bloomberg, Gibran memoles laporan kinerja perusahaan pada 2021 dalam upaya menarik pendanaan dari investor besar. Keputusan tersebut diambil di tengah tekanan yang makin besar untuk mempertahankan pertumbuhan bisnis.
Pada 2021, eFishery melaporkan pendapatan sebesar Rp1,6 triliun dengan laba sebelum pajak sebesar Rp142 miliar kepada para investor. Namun, menurut Gibran, data sebenarnya menunjukkan bahwa pendapatan justru turun sebesar 40% menjadi Rp958 miliar dan eFishery mengalami kerugian sebelum pajak sebesar Rp164 miliar.
(wep)

































