ICBP memang memiliki pangsa pasar ekspor. Tapi, jika ditelisik lebih jauh, penjualan domestik ICBP juga turun 18,62% menjadi Rp11,93 triliun di kuartal II-2025 dari sebelumnya Rp14,65 triliun kuartal I-2025.
Dari sisi bottom line, ICBP mampu mencetak kenaikan laba bersih. Namun, kenaikan ini lebih karena penurunan beban keuangan, bukan dari operasional bisnis inti.
Kemudian, jika mengacu pada data Bloomberg, imbal hasil atau return sektor consumer non-cyclical sepanjang semester I-2025 mengalami penurunan 2,51%.
Penurunan itu terjadi karena terbebani penurunan return sektor ini sepanjang kuartal I-2025 yang sebesar 11,93% dan baru pulih di kuartal II-2025 menjadi positif 4,38%. Sebagai catatan, bursa saham memiliki konsep forward looking, yang artinya return di kuartal sebelumnya merupakan ekspektasi di periode berikutnya.
Dinilai Kontradiktif
Profesor Ekonomi Universitas Indonesia Budi Frensidy menilai adanya kontradiksi antara rilis data BPS dan kondisi riil di lapangan. "Iya, kontradiktif," tegas Budi, dikutip Selasa (6/8/2025).
Kontradiksi itu tercermin dari pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung skeptis setelah rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 yang melampaui ekspektasi di 4,8%.
"Kalaupun ada kesalahan metode atau pengukuran, semoga ini tidak dilakukan dengan disengaja, tetapi by accident,” ujarnya.
Reydi Octa, pengamat pasar modal dari BNI Sekuritas mengatakan, PDB memang tidak berdiri di logika yang sama.
“Pasar saham mencerminkan ekspektasi investor terhadap masa depan. Sementara PDB menggambarkan kondisi hari ini, dan bahkan mencakup pelaku ekonomi yang tidak terdaftar di bursa,” jelasnya, Rabu (6/8/2025).
PDB merekam aktivitas ekonomi riil, termasuk pelaku usaha non-emiten. Sementara IHSG mencerminkan ekspektasi investor terhadap masa depan, yang sangat sensitif terhadap sentimen global, likuiditas, hingga faktor teknikal.
“Pasar saham tidak selalu mencerminkan kondisi ekonomi saat ini, tapi lebih mencerminkan apa yang dipercayai pasar tentang masa depan,” kata Reydi. "Tapi jika arah masa depan versi investor berbeda terlalu jauh dari data resmi negara, maka krisis kepercayaan bisa tumbuh.
Pertumbuhan Ekonomi dari BPS
merilis data ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025 tumbuh 5,12% (year-on-year/yoy), angka yang jauh berada di atas proyeksi konsensus yang bulat meyakini akan di bawah 5%.
Moh. Edy Mahmud, Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, menjelaskan produk domestik bruto (PDB) pada tiga bulan kedua tahun ini ditopang oleh komponen konsumsi rumah tangga dan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau biasa dikenal dengan istilah investasi.
"Konsumsi rumah tangga memberi andil 2,64% dari PDB yang sebesar 5,12%. Sementara itu, PMTB kontribusinya 2,06%," ujar Edy dalam konferensi pers, Selasa (5/8/2025).
Dia menjelaskan kinerja konsumsi rumah tangga tumbuh seiring meningkatnya belanja kebutuhan primer dan mobilitas rumah tangga. Selain itu, kebutuhan makanan dan makanan juga meningkat karena aktivitas pariwisata selama hari libur keagamaan dan libur sekolah.
"Pada kuartal II kan ada Hari Raya Idulfitri, Waisak dan Kenaikan Isa Almasih. Mobilitas masyarakat yang meningkat mendorong peningkatan konsumsi transportasi dan restoran," papar Edy.
(dhf)






























