"Pertumbuhan PMTB melonjak signifikan 6,99%. Secara total, kontribusi konsumsi rumah tangga dan PMTB terhadap PDB 82,08%. Konsumsi rumah tangga porsinya 2,64% dan PMTB 2,06% dari pertumbuhan ekonomi yang 5,12%," ujar Edy.
Di sisi lain, konsumsi pemerintah malah mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 0,33%. Komponen ini hanya berkontribusi 6,93% terhadap PDB.
Komponen ekspor dan impor juga tumbuh, masing-masing 7,82% dan 11,65%. Dia menjelaskan pertumbuhan ekspor ditopang oleh kenaikan nilai ekspor nonmigas dan kunjungan wisatawan mancanegara. Sementara pertumbuhan impor didorong oleh kenaikan impor barang modal serta bahan baku dan penolong, baik secara nilai maupun volume.
Komponen ekspor berkontribusi 1,35% terhadap PDB. Sementara, komponen impor memberi dampak -20,66% terhadap PDB.
Berdasarkan data BPS, ekonomi Indonesia berdasarkan produk domestik bruto (PDB) pada kuartal II atas dasar harga berlaku adalah Rp5.947 triliun. Sementara itu, atas dasar harga konstan, angkanya Rp3.396,3 triliun.
Sebelumnya konsensus Bloomberg yang melibatkan 27 analis/ekonom menghasilkan median proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,8% secara tahunan (year-on-year/yoy).
“Pertumbuhan ekonomi Indonesia sepertinya melambat pada kuartal II-2025. Konsumsi rumah tangga dan investasi terbeban akibat ketidakpastian, termasuk akibat kebijakan Amerika Serikat (AS),” sebut Tamara Mast Henderson, Ekonom Bloomberg Economics, dalam risetnya.
Ekspor, lanjut Henderson, kemungkinan membaik. Ini karena dunia usaha mempercepat pengiriman ke Negeri Paman Sam sebelum pemberlakuan tarif yang lebih tinggi.
Pemerintah, tambah Henderson, juga menggenjot belanja bantuan sosial (bansos). Termasuk akselerasi program Makan Bergizi Gratis (MBG).
“Namun, semua itu rasanya belum cukup untuk mengkompensasi perlambatan konsumsi dan investasi, sebagaimana tercermin dari indikator berbagai aktivitas ekonomi,” tegas Henderson
(lav)































