Manajer lokal juga kurang tertarik karena melihat peringkat kredit Indonesia yang rendah, kata Jamieson Coote Bonds Pty.
"Kangaroo bond dari emerging market tidak sepenuhnya cocok dengan sektor tradisional Australia. Namun, bila konsesinya menarik, saya yakin investor lokal mungkin akan tertarik," kata Chamath de Silva, Head of Fixed Income di Betashare yang berbasis di Sydney.
Ia menimbang masuk ke kangaroo bond terbitan Indonesia bila surat utang tersebut masuk ke indeks-indeks utama.
Di Australia selama ini, obligasi pemerintah yang diterbitkan dalam denominasi aussie, didominasi oleh penjual negara-negara maju yang memiliki peringkat tinggi seperti Kanada, atau lembaga supransional seperti Bank Investasi Eropa.
Data Bloomberg mencatat, nilai penerbitan kangaroo bond tahun ini telah mencapai A$ 41 miliar dan diperkirakan akan melampaui rekor transaksi sebesar A$ 61 miliar pada tahun lalu termasuk disumbang oleh penerbitan kangaroo bond oleh Korea Selatan pada 2024.
Dari sisi imbal hasil, yield yang ditawarkan Indonesia mungkin akan menarik. Sebagai gambaran, tingkat imbal hasil SUN rupiah 10 tahun dengan obligasi pemerintah Australia tenor serupa, saat ini mencapai 214 basis poin (bps). Sementara selisih antara SUN valas tak sampai 100 bps. Yield INDON-10Y saat ini ada di 5,132%, sedangkan obligasi pemerintah Australia tenor setara sebesar 4,343%.
Selisih imbal hasil menyempit seiring dengan komitmen Pemerintah RI mempertahankan level defisit fiskal tak sampai melampaui batas atas 3%, juga ketika Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan pekan lalu.
"Kami akan ikuti perkembangan hal ini secara dekat. Mengapa tidak berinvestasi di surat utang dari negara yang memberikan selisih lebih menarik ketimbang US Treasury [surat utang pemerintah Amerika Serikat] ketika kebijakan fiskal AS terlihat sangat tidak berkelanjutan?" kata Joshua Rout, seorang manajer portofolio di Franklin Templeton di Melbourne, Australia.
Penerbitan kangoroo bond oleh Pemerintah RI diperkirakan menargetkan badan pengelola investasi alias Soverign Wealth Fund (SWF) juga bank sentral, alih-alih membidik manajer investasi umumnya, menurut Prashant Newnaha, Senior Asia-Pacific Rates Strategist di TD Securities di Singapura.
Penerbitan terakhir global bond oleh Pemerintah RI terjadi bulan ini juga, yakni seri sukuk global dalam dolar AS senilai US$ 2,2 miliar pada 16 Juli lalu. Sukuk global RI itu dijual dalam dua tenor yakni 5 tahun yang masing-masing berhasil menarik dana sebesar US$ 1,1 miliar.
Tenor 5 tahun memberikan yield 4,55%, sedang tenor 10 tahun memberikan imbalan 5,20%.
Positif bagi SBN rupiah
Menurut analisis tim riset Mega Capital Sekuritas, rencana Pemerintah RI menerbitkan lebih banyak obligasi dalam denominasi mata uang asing, seperti kangaroo bond atau dimsum bond yaitu SUN dalam mata uang yuan China, bisa positif bagi pasar SBN rupiah.
Bila nilai penerbitan dua jenis global bond baru itu, berada dalam rentang perkiraan masing-masing sebesar US$ 1 miliar, "Hal itu akan membawa porsi penerbitan global bond RI tahun ini akan mencapai 14,14%, lebih tinggi dibanding tahun lalu 12,43%, di mana itu akan mengurangi suplai obligasi rupiah," kata Lionel Priyadi, Muhammad Haikal juga Nanda Rahmawati dalam catatan riset beberapa waktu lalu.
Suplai yang terbatas akan membuat harga surat utang eksisting di pasar bakal makin menarik. Tak heran bila rencana tersebut akan makin memberi energi bullish pada pasar surat utang RI ke depan.
Sepanjang tahun ini, pasar SUN kelimpahan minat asing yang cukup besar seiring kenaikan minat dana global menyerbu instrumen fixed income di pasar berkembang ketika ketidakpastian akibat isu tarif AS merebak.
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan aliran modal asing atau capital inflow beberapa bulan terakhir banyak masuk ke SBN Indonesia, sehingga yield awal tahun yang ditetapkan sekitar 7% akan turun menjadi 6,4% atau 6,5%.
“Sehingga sekarang kalau pada awal tahun yield kita di sekitar 7% sekarang kita berada di sekitar 6,4%—6,5%,” kata Febrio ditemui di Kompleks Parlemen, Kamis (24/7/2025).
“Jadi ini adalah salah satu best performing yield surat berharga negara untuk negara berkembang. Jadi kita akan coba manfaatkan momen itu,” tambahnya.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, sampai data 23 Juli lalu, asing membukukan pembelian SUN senilai US$ 3,82 miliar, setara Rp62,49 triliun year-to-date.
Animo yang masih besar di SUN mengimbangi tekanan jual asing di saham yang mencapai net sell sebesar US$ 3,59 miliar, setara Rp58,69 triliun year-to-date.
-- dengan bantuan laporan Mis Fransiska Dewi.
(rui)





























