Pada perdagangan Kamis pagi ini di bursa Singapura, harga emas spot diperdagangkan stagnan di kisaran US$ 3.389,37 per troy ounce, hanya naik 0,06% dari posisi hari sebelumnya.
Kemerosotan harga komoditas berharga itu tertekan oleh kepastian yang perlahan kian terang di seputar perundangan dagang di antara kekuatan ekonomi besar dunia.
Amerika Serikat telah mencapai kesepakatan dengan Jepang, termasuk pengenaan tarif sebesar 15% untuk barang-barang yang dijual ke Negeri Paman Sam. Kesepakatan dagang juga sepertinya sudah hampir dicapai antara AS dengan Uni Eropa dengan besar tarif sama.
Kabar itu memberikan tambahan kepastian pada para pelaku pasar, setelah isu terkait masa depan independensi bank sentral AS, Federal Reserve, juga memberikan kejelasan baru pasca pernyataan Menteri Keuangan AS Scott Bessent tentang tidak adanya urgensi mengganti posisi Gubernur Jerome Powell dalam waktu dekat.
Kepastian yang didapatkan pasar membuat pamor aset aman alias safe haven asset seperti emas turun pamor. Sentimen risk on kembali meningkat sehingga dana global kembali ramai menyerbu aset-aset berisiko seperti saham.
Bukan cuma emas, surat utang pemerintah seperti US Treasury juga kehilangan pamornya sebagai safe haven di tengah ketidakpastian, ditandai dengan penurunan harga. Hal itu diikuti oleh surat utang dari negara lain seperti Jepang, Jerman juga Prancis.
Harga emas mungkin berpeluang bangkit lagi ketika ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga acuan The Fed pada September, membesar.
Ketika suku bunga lebih rendah, emas akan terungkit pamornya dengan obligasi dan saham akan cenderung tertekan prospek return-nya. Begitu juga sebaliknya.
Saat ini, pelaku pasar global meningkatkan taruhan akan adanya penurunan bunga acuan The Fed pada 2026 nanti sebanyak 75 basis poin, meningkat dari ekspektasi semula sebesar 25 basis poin pada April nanti.
(rui)





























