Kontribusi pendapatan transaksi perdagangan pun stagnan, sementara pendapatan dari entitas asosiasi bahkan menyusut ke zona negatif.
Sementara pendapatan tak melaju kencang, tekanan beban justru makin berat. Total beban operasional naik menjadi Rp3,82 triliun meningkat dibandingkan Rp3,75 triliun tahun lalu. Komponen beban gaji dan tunjangan karyawan naik menjadi Rp1,58 triliun, mempersempit ruang efisiensi bank.
Beban umum dan administrasi juga membengkak menjadi Rp894,8 miliar, naik dari Rp876,7 miliar.
Permata Bank juga menghadapi tekanan dari kualitas aset. Meskipun rasio NPL gross dan LAR mencatat perbaikan, biaya pencadangan kerugian penurunan nilai aset keuangan stagnan tinggi di kisaran Rp1,06 triliun nyaris sama dengan tahun lalu. Ini mengindikasikan bahwa risiko kredit masih belum sepenuhnya pulih dan tetap membebani kinerja bank.
Dari sisi pajak, beban pajak penghasilan melonjak menjadi Rp479,1 miliar meningkat dari Rp452,8 miliar. Kontrasnya, efisiensi juga belum optimal. Meski Cost to Income Ratio (CIR) diklaim turun ke 48,5%, penurunan tersebut tidak cukup untuk menutupi beban yang terus meningkat.
Laba sebelum pajak memang naik ke Rp2,13 triliun, namun pencapaian ini lebih dipengaruhi oleh pengetatan biaya di beberapa lini ketimbang pertumbuhan organik yang kuat.
Permata juga telah membagikan dividen sebesar Rp1,1 triliun untuk tahun buku 2024 keputusan yang berani di tengah kinerja pendapatan yang menurun.
Di tengah tekanan margin, lemahnya pertumbuhan fee-based income, dan risiko kredit yang masih tinggi, lonjakan laba bersih Bank Permata tak lebih dari hasil efisiensi jangka pendek bukan pertumbuhan fundamental yang sehat. Ke depan, tanpa terobosan signifikan, margin pertumbuhan bank ini berpotensi menipis.
(lav)
































