Dia mencontohkan India memiliki proyek DME yang dioperasikan Coal India Limited (CIL) dan Bharat Petroleum Corporation Limited (BPCL). Lalu, Afrika Selatan melalui perusahaan Sasol di Secunda.
Proyek DME dari gas alam dan biomassa, lanjut Singgih, juga telah lama difokuskan oleh China. Namun, dirinya tidak menampik cukup banyak proyek DME dari batu bara yang juga berhasil dan diproduksi di China.
Salah satu perusahaan asal China yang berhasil menggarap proyek DME dari gasifikasi batu bara yakni Jiutai Energy Group. Perusahaan yang berdiri sejak 2002 itu telah membangun enam perusahaan DME yang tersebar di berbagai wilayah China.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengajukan dokumen prastudi kelayakan proyek gasifikasi batu bara menjadi DME kepada BPI Danantra.
Proyek hilirisasi batu bara itu memiliki nilai investasi sekitar Rp164 triliun, tersebar di Bulungan, Kutai Timur, Kota Baru, Muara Enim, Pali hingga Banyuasin.
Proyek gasifikasi batu bara menjadi DME itu menjadi bagian dari 18 proyek hilirisasi dan ketahanan energi yang disodorkan Bahlil ke BPI Danantara.
Adapun, proyek DME itu mengambil bagian sekitar 26,52% dari keseluruhan nilai investasi proyek yang diajukan Satgas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional.
“Begitu kita serahkan prastudi kelayakannya, silahkan teman-teman Danantara yang melakukan kajian nanti, begitu clear izinnya kita bantu,” kata Bahlil di seremoni penyerahan dokumen prastudi, Jakarta, Selasa (22/7/2025).
Terkatung-katung
Program gasifikasi batu bara menjadi DME sampai saat ini masih jalan di tempat. Kendati telah menjadi fokus pemerintah sejak beberapa tahun lalu, proyek substitusi impor gas minyak cair atau liquefied petroleum gas (LPG) ini tidak kunjung terealisasi.
Selain masalah teknologi, kelayakan bisnis turut menjadi penghalang sejumlah perusahaan yang memiliki kewajiban hilirisasi batu bara untuk mengesekusi proyek ini.
PT Bukit Asam Tbk (PTBA) sebelumnya berkomitmen untuk tetap mengerjakan proyek DME batu bara, dengan melakukan kajian lebih mendalam khususnya pada aspek kelayakan bisnis proyek tersebut.
Direktur Utama Bukit Asam Arsal Ismail menyebut, pada dasarnya, PTBA mendukung upaya hilirisasi batu bara yang dimandatkan pemerintah.
“Nah, sekarang ini kan kajian-kajian yang mendalam. Kami masih bekerja sama dengan pihak-pihak terkait; dengan konsultan, dengan yang mau menyediakan teknologi, ECEC [East China Engineering Science and Technology Co Ltd],” ujarnya di sela RUPST PTBA Tahun Buku 2024, Kamis (12/6/2025).
Dia pun berharap PTBA bisa mencapai titik temu dengan pemerintah terkait dengan nilai keekonomian proyek yang sudah bertahun-tahun tertunda itu.
PTBA sendiri sudah aktif melakukan penjajakan dengan calon mitra potensial untuk proyek tersebut, terutama perusahaan dari China seperti China National Chemical Engineering Group Corporation (CNCEC), China Chemical Engineering Second Construction Corporation (CCESCC), Huayi, Wanhua, Baotailong, Shuangyashan, dan East China Engineering Science and Technology Co Ltd (ECEC).
Dari seluruh calon mitra tersebut, baru ECEC yang sudah menyatakan minat menjadi mitra investor, meski bukan dengan skema investasi penuh atau full investment.
ECEC sendiri telah menyampaikan preliminary proposal coal to DME pada 18 November 2024 dengan processing service fee (PSF) indikatif yang diusulkan berada di rentang US$412—US$488 per ton.
Angka tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan ekspektasi Kementerian ESDM pada 2021 sebesar US$310 per ton.
Untuk diketahui, proyek mercusuar DME batu bara sebelumnya sudah gagal pada era Presiden Joko Widodo. Investor dari Amerika Serikat (AS), Air Products & Chemicals Inc. (APCI), hengkang pada 2023 dari proyek DME batu bara yang dipenggawai oleh Bukit Asam.
Saat itu, proyek gasifikasi batu bara menjadi DME direncanakan selama 20 tahun di wilayah Bukit Asam Coal Based Industrial Estate (BACBIE) yang berada di mulut tambang batu bara Tanjung Enim, Sumatra Selatan. BACBIE akan berada di lokasi yang sama dengan PLTU Mulut Tambang Sumsel 8.
Sebelum APCI angkat kaki, proyek itu mulanya digadang-gadang sanggup menghasilkan DME sekitar 1,4 juta ton per tahun dengan memanfaatkan 6 juta ton batu bara per tahun. Proyek ini ditargetkan dapat menghasilkan substitusi LPG impor sekitar 7—8 juta ton per tahun.
(azr/wdh)































