Pada Kamis pagi, Volvo Car mencatatkan kerugian operasional sebesar 10 miliar krona Swedia (sekitar USD1,03 miliar) pada kuartal kedua, akibat penurunan nilai (impairment) terkait penundaan model dan biaya tarif yang makin membengkak. Analis Bernstein yang dipimpin Harry Martin menyebut hasil ini “lebih baik dari yang dikhawatirkan,” sembari mencatat bahwa Volvo menjual lebih banyak kredit emisi pada kuartal ini dibandingkan sepanjang tahun lalu.
Saham Volvo Car sempat melonjak hingga 8,5% di Bursa Stockholm, meski sepanjang tahun ini masih turun sekitar 20%.
Volvo saat ini tengah memangkas biaya hingga 18 miliar krona Swedia guna memperkuat margin keuntungan, dan menyatakan bahwa program efisiensi tersebut berjalan sesuai rencana. Samuelsson sendiri kembali ditunjuk sebagai CEO oleh pemilik Geely, Li Shufu, pada April lalu untuk memulihkan kinerja perusahaan dan menyelaraskannya dengan grup Geely.
Kebijakan tarif juga berdampak pada sejumlah produsen industri asal Swedia lainnya.
Produsen truk Volvo AB, perusahaan terpisah dari Volvo Car pada Kamis melaporkan adanya stabilisasi permintaan di Eropa, namun memperingatkan bahwa permintaan di Amerika Utara masih lemah. Pelanggan disebut masih bersikap wait-and-see pasca manuver dagang Trump. Kebijakan tarif menyebabkan volume pengiriman barang menurun di sejumlah perusahaan logistik, memaksa sebagian dari mereka menahan investasi pembelian kendaraan baru.
Meski begitu, terdapat sinyal pemulihan di Eropa, seiring sektor industri mendapatkan dorongan dari belanja pertahanan yang lebih tinggi. Data awal pekan ini menunjukkan produksi industri di kawasan euro yang terdiri dari 20 negara meningkat 1,7% pada Juni dibanding bulan sebelumnya, melampaui proyeksi analis.
(bbn)