Bloomberg Technoz, Jakarta - Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin ke level 5,25%, di luar ekspektasi pasar yang terbelah dalam meramal keputusan Rapat Dewan Gubernur hari ini.
Keputusan yang di luar konsensus mayoritas pelaku pasar itu, disambut oleh lonjakan harga saham sektor perbankan di bursa domestik. Sementara rupiah bergerak stagnan di zona merah, melemah 0,15% di level Rp16.284/US$.
Di pasar surat utang, yield surat utang negara masih bergerak naik di mana yield SUN-2Y naik 0,5 bps di level 5,939%. Sedangkan tenor 5Y naik 0,3 bps di level 6,144%. Sedangkan tenor acuan 10Y berbalik turun yield-nya 0,1 bps kini di 6,573%.
Indeks harga saham makin melesat dengan kenaikan hingga 0,82% di menembus 7.195. Saham-saham perbankan reli, di antaranya BBRI, BBNI. Sedangkan saham lain yang mendongkrak indeks di antaranya DSSA, CDIA, CUAN, BRMS.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengumumkan, BI rate dipangkas 25 bps jadi 5,25%, sebagai hasil Rapat Dewan Gubernur BI periode Juli 2025 yang berlangsung pada 15-16 Juli 2025.
Suku bunga Deposit Facility juga diturunkan menjadi 4,5%, sementara suku bunga Lending Facility turun menjadi 6%.
Perry menjelaskan keputusan ini konsisten dengan makin rendahnya perkiraan inflasi pada tahun 2025 dan 2026 dalam sasaran 2,5% plus minus 1%. Juga sesuai dengan masih terjaganya stabilitas rupiah sesuai fundamental dan kebutuhan otoritas untuk terus mendorong pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan.
Keputusan BI menurunkan bunga acuan di luar ekspektasi pasar di mana sampai pagi tadi konsensus pelaku pasar masih memperkirakan BI rate akan ditahan lagi.
Hanya 15 dari 33 ekonom yang memperkirakan BI rate akan diturunkan jadi 5,25%, sedangkan sisanya memperkirakan BI rate tetap.
Perry mengatakan ada beberapa alasan mengapa keputusan penurunan BI rate itu diambil. Pertama, ke depan inflasi termasuk inflasi inti akan makin rendah. Kedua, kinerja rupiah yang stabil. Ketiga, kebutuhan untuk mendorong ekonomi domestik yang lesu.
Ke depan, Perry mengatakan BI masih akan terus mencari ruang penurunan bunga acuan lebih lanjut akan tetapi timing-nya akan bergantung pada kondisi saat itu, terutama terkait rupiah.
Deal tarif positif
Akan halnya terkait tercapainya kesepakatan dagang dengan AS, Bank Indonesia menilai hal itu menjadi kabar positif.
"Mengenai hasil perundingan yang tentu saja kita dengar dari pemerintah AS maupun dari tim negosiasi yang diketuai oleh Pak Menko Perekonomian Airlangga Hartarto di bawah arahan Bapak Presiden, kami menyambut positif. Hasilnya cukup bagus," tutur Perry.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengumumkan Indonesia akan dikenakan tarif bea masuk impor sebesar 19%. Lebih rendah dari rencana sebelumnya yaitu 32%.
"Kami memandang hasilnya akan positif. Kinerja ekspor akan cukup baik degan hasil perundingan ini," tambah Perry.
Namun, di sisi lain Trump juga mengungkapkan bahwa AS akan mendapatkan 'akses penuh' terhadap pasar Indonesia. Artinya, produk-produk made in USA bakal bebas bea masuk.
"Tentu saja akan meningkatkan impor. Namun kita lihat impornya produktif, yang kemudian mendorong pertumbuhan ekonomi ke depan baik dari sisi investasi maupun sektor yang lain," tegas Perry.
Di pasar keuangan, demikian Perry, kesepakatan Indonesia-AS juga akan menciptakan kepastian. Saat situasi sudah kalem, investor bisa lebih tenang berinvestasi di pasar keuangan Tanah Air.
"Kami juga melihat dampak terhadap pasar keuangan akan positif, akan memberikan kepastian. Akan berdampak positif terhadap ekspektasi pasar dan aliran modal asing ke Indonesia. Juga memperbaiki ekspektasi pengusaha untuk membuat keputusan-keputusan bisnis ke depan," jelas Perry.
(rui)