Logo Bloomberg Technoz

Dengan demikian, sisa pembayaran bunga adalah Rp295,8 triliun sepanjang semester II-2025.

"Pembayaran bunga utang merupakan konsekuensi atas pengadaan utang untuk pembiayaan defisit APBN menjadi salah satu beban fiskal penting yang harus dikelola dengan cermat agar tidak mengganggu stabilitas keuangan negara," sebagaimana termaktub dalam laporan tersebut, dikutip Kamis (10/7/2025).

Lebih Besar dari Biaya Perlinsos dan Kesehatan

Center of Economic and Law Studies (Celios) menyoroti total cicilan bunga utang yang mencapai Rp550 triliun per tahun lebih besar dibandingkan dengan biaya perlindungan sosial dan kesehatan.

"Lebih parah lagi, APBN diperas untuk bayar bunga utang bukan untuk investasi publik yang bisa menyelamatkan lingkungan atau pendidikan," ujar Director of Fiscal Justice Desk Celios Media Wahyudi Askar dalam unggahan di Instagram Celios.

Dalam APBN 2025, anggaran kesehatan dan perlindungan sosial memang lebih rendah dibandingkan dengan pembayaran bunga utang. Anggaran kesehatan tercatat Rp218,5 triliun. Angka ini naik 16,5% dibandingkan dengan Rp187,5 triliun pada APBN 2024. Sementara, anggaran perlindungan sosial adalah Rp503,2 triliun atau naik 1,3% dibandingkan dengan Rp496,8 triiliun pada APBN 2024. 

Dalam kesempatan terpisah, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufikurahman menyoroti rasio utang terhadap PDB mengalami fluktuatif pada 2019-2024. Berdasarkan catatan Indef, rasio utang mencapai 33,7% terhadap PDB pada 2019. Angka ini kemudian naik menjadi 42,9% terhadap PDB pada 2020; 44,4% terhadap PDB pada 2021; dan 45,5% terhadap PDB pada 2022. Namun, angkanya mulai turun menjadi level 39-40% terhadap PDB pada 2023 dan 2024.

"Dengan pemulihan ekonomi pada 2023-2024 dan kebijakan konsolidasi [defisit APBN ditahan di bawah 3% terhadap PDB], rasio turun kembali ke kisaran 39-40% terhadap PDB," ujar Ekonom Indef Rizal Taufikurahman dalam diskusi publik Penerimaan Loyo, Utang Kian Jumbo.

Pemerintah menggarisbawahi bunga utang mencakup pembayaran kupon atas Surat Berharga Negara (SBN), bunga atas pinjaman dan biaya-biaya lain yang timbul akibat program pengelolaan utang pemerintah. 

Besaran pembayaran bunga utang mengalami fluktuasi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Fluktuasi dalam besaran pembayaran ini menjadikan pemerintah senantiasa melakukan pengelolaan utang yang efektif dan efisien, serta menjaga keseimbangan antara kebutuhan pembiayaan dan kemampuan membayar bunga utang.

Secara inheren, portofolio utang pemerintah mengandung risiko yang dapat memengaruhi jumlah pembayaran bunga, seperti volatilitas suku bunga dan fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Beberapa faktor lainnya yang dapat memengaruhi pembayaran bunga utang di antaranya volume kebutuhan pembiayaan pemerintah dan sentimen pasar atas surat utang yang ditunjukkan melalui minat investor di pasar perdana SBN.

(lav)

No more pages