"Kami sudah mencapai kesepakatan dengan Inggris Raya, kami mencapai kesepakatan dengan China, kami hampir mencapai kesepakatan dengan India," ujar Trump di Gedung Putih, Senin (7/7/2025). "Kami tidak bisa mencapai kesepakatan dengan negara-negara lain yang sudah kami temui. Jadi, kami hanya mengirim surat."
Namun, Presiden AS ini masih membuka kemungkinan perundingan lanjutan dan penundaan. Ia mengatakan bahwa penerapan tarif tanggal 1 Agustus itu "belum 100% pasti" dan mengisyaratkan dia masih terbuka untuk mengubah tingkat tarif tersebut.
"Mungkin menyesuaikan sedikit, tergantung," kata Trump, sambil menambahkan dia akan mendukung negara-negara yang bersedia menambah konsensi. "Kami tidak akan bersikap tidak adil."
Trump berbicara sesaat setelah menandatangani surat perintah presiden yang menunda penerapan tarif baru itu hingga 1 Agustus untuk negara-negara yang dikenai tarif "resiprokal," yang memberi waktu tiga pekan kepada negara-negara itu untuk mencapai kesepakatan dengan Gedung Putih.
Langkah ini merupakan bab terbaru dalam upaya terburu-buru di masa pemerintahan kedua Trump untuk merombak kebijakan perdagangan AS. Namun, langkah ini menjadi sumber ketidakpastian bagi pasar, pejabat bank sentral, dan eksekutif yang mencoba memperkirakan dampaknya terhadap produksi, pasok, perekrutan, inflasi dan permintaan konsumen.
Tump dan para pejabat Gedung Putih lain ditanyai apakah surat itu merupakan cara baru untuk kembali menunda tenggat waktu 9 Juli dalam penerapan tarif resiprokalnya hingga awal Agustus.
Sebagian besar tingkat tarif, yang diunggah di akun media sosial Trump, Truth Social, sama dengan yang telah diumumkan sebelumnya.
Trump mengatakan barang-barang dari Malaysia, Kazkahstan, dan Tunisia akan dikenai tarif sebesar 25%, sementara Afrika Selatan mendapat tarif 30%. Laos dan Myanmar dikenai tarif sebesar 40%. Negara lain seperti Indonesia terkena tarif 32%, Bangladesh 35%, sementara Thailand dan Kamboja sebesar 36%.
(bbn)































