Logo Bloomberg Technoz

Sesuaikan Anggaran

Yuliot menuturkan belanja energi pemerintah tahun ini akan menyesuaikan dengan rencana impor dari AS. Namun, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah Kementerian Perdagangan, pembelian energi berupa impor migas dari negara tersebut mencapai sekitar US$2,49 miliar pada tahun lalu. 

“Jadi untuk produk ini kita sudah lakukan pemetaan dari ESDM. Pertama kan kita membutuhkan LPG. Jadi untuk LPG kita juga akan meningkatkan impor dari Amerika,” ujarnya.

“Kemudian crude untuk kebutuhan dalam negeri. Selama ini kan juga kita mengimpor crude, ada yang dari Amerika, tetapi melalui negara lain. Jadi nanti akan diusahakan pencatatan langsung untuk impor dari Amerika.”

Untuk LPG, Yuliot mengatakan kemungkinan Indonesia akan melakukan realokasi atau menggeser alokasi impor gas minyak cair dari Timur Tengah ke AS. 

Dia menjelaskan pemerintah belum bisa menentukan volume impor produk-produk energi tersebut karena saat ini harga minyak hingga gas masih fluktuatif.

Pemerintah juga akan mempertimbangkan volume impor berdasarkan pergerakan harga minyak mentah atau Indonesian Crude Price (ICP) yang ditetapkan. 

Tanker minyak./dok. Bloomberg

Impor BBM

Soal BBM, Yuliot menyebut pemerintah masih mempertimbangkan untuk mengimpor dari Negeri Elang Bondol. Namun, prioritas saat ini adalah tetap meningkatkan produksi di dalam negeri. 

“Dengan selesainya progres untuk perbaikan yang ada di kilang-kilang dalam negeri, kemudian upgrade teknologi kita juga akan melihat sebagian besar kebutuhan [BBM] itu akan berasal dari dalam negeri,” jelasnya.

Di sisi lain, Yuliot berharap Indonesia dapat mendapatkan tarif terendah seperti yang lebih dahulu dialami Vietnam. Negeri Naga Biru itu berhasil mendapatkan penurunan tarif ekspor ke AS, dari semula 46% menjadi 20% untuk semua barang yang dijual ke Negeri Paman Sam.

“Jadi langkah yang sama juga akan dilakukan oleh Indonesia bagaimana [menyeimbangkan] trade balance. Jadi untuk tarif yang ditetapkan dari Amerika nanti justru ini kita jangan sampai lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain,” imbuh Yuliot. 

1.700 Barang

Dalam perkembangan lain, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan kepada Bloomberg melalui pernyataan tertulis, Jumat (4/7/2025), bahwa Indonesia berkomitmen untuk menurunkan tarif mendekati nol persen untuk lebih dari 1.700 komoditas atau setara dengan hampir 70% barang yang diimpor dari AS.

Airlangga menyampaikan komoditas ini mencakup sektor-sektor utama yang diminta oleh pemerintahan Trump, seperti elektronik, mesin, bahan kimia, layanan kesehatan, baja, pertanian, dan otomotif.

Tidak hanya itu, Airlangga menyebut Indonesia juga akan meningkatkan impor gas dan produk pertanian dari AS, dalam upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan dan energi nasional.

"Pesan ini jelas: Indonesia sedang mengejar hubungan ekonomi yang seimbang dan berorientasi ke depan yang menghasilkan manfaat nyata bagi bisnis dan pekerja di kedua sisi Pasifik," tegas Airlangga.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pada kesempatan sebelumnya pernah menegaskan pihaknya tidak punya pembicaraan mengenai rencana impor LNG dari AS.

Indonesia, tegas Bahlil, saat ini masih memungkinkan untuk mencukupi kebutuhan LNG dari dalam negeri menggunakan pasokan domestik.

Ancaman tarif resiprokal AS ke negara-negara Asia./dok. Bloomberg

Hal ini merespons pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang mengatakan akan mengimpor sejumlah komoditas strategis dari Negeri Paman Sam sebagai salah satu langkah negosiasi untuk meredam tarif resiprokal yang diberikan kepada Indonesia.

“Kemarin, dari pembicaraan saya dengan bapak Presiden [Prabowo Subianto] enggak ada impor LNG. Jadi saya tidak tahu. Saya tidak mengomentari sesama menteri. Saya menjelaskan tentang apa yang saya lakukan,” kata Bahlil ditemui di Kementerian ESDM, akhir April.

Bahlil membenarkan pemerintah memang tengah menyusun cara untuk mengurangi defisit neraca perdagangan dengan AS. 

Dari sektor energi, dalam kaitan itu, Bahlil menegaskan Indonesia berencana mengimpor beberapa komoditas seperti LPG, bahan BBM, dan minyak mentah atau crude. Tidak ada rencana untuk membeli LNG. 

Perkembangan terakhir, Ketua Satgas Percepatan Peningkatan Produksi/Lifting Migas Nanang Abdul Manaf menyebut pemerintah tidak memiliki rencana untuk mengimpor LNG, tetapi akan memaksimalkan produksi dalam negeri.

“Kita lagi tidak mikirin impor. Kita bagaimana caranya memenuhi [produksi] dalam negeri. Itu saja fokus. Kita lagi mengoptimalkan semuanya dipenuhi dari dalam negeri,” kata Ketua Satgas Percepatan Peningkatan Produksi/Lifting Migas Nanang Abdul Manaf saat ditemui di Kementerian ESDM, Selasa (1/7/2025).

Nanang, yang juga Tenaga Ahli Menteri ESDM Bidang Eksplorasi dan Bidang Peningkatan Produksi Migas, mengatakan impor LNG dilakukan dalam keadaan mendesak atau darurat.

Dia menyebut cadangan gas yang ada di Tanah Air saat ini sudah cukup banyak. Hanya saja, pemerintah perlu menata agar lebih baik.

Ketika ditanya kemungkinan impor LNG dari mana, Nanang menuturkan dapat mengimpor dari pasar spot yang paling mudah. Akan tetapi, harganya mahal. Selain itu, impor LNG juga bisa berasal dari Qatar dan AS.

“[Negara] yang sekarang yang produksinya besar di Qatar, AS,” ujarnya.

(wdh)

No more pages