Logo Bloomberg Technoz

Di Asia pagi ini, mayoritas mata uang yang sudah diperdagangkan bergerak menguat dipimpin oleh baht, ringgit, yen dan yuan.

Secara teknikal nilai rupiah berpotensi menguat menuju level resistance terdekat pada level Rp16.210/US$. Level resistance potensial selanjutnya menuju Rp16.200/US$, juga Rp16.150/US$ sebagai level paling optimis penguatan rupiah dalam tren jangka pendek saat ini dengan time frame daily.

Selanjutnya nilai rupiah memiliki level support psikologis pada level Rp16.250/US$. Apabila level ini berhasil tembus, maka mengonfirmasi laju support selanjutnya pada level Rp16.300/US$ yang makin menjauhi MA-200 nya.

Analisis Teknikal Nilai Rupiah Kamis 3 Juli 2025 (Riset Bloomberg Technoz)

Lanskap pasar global saat ini masih diliputi kehati-hatian jelang rilis data pasar kerja Amerika, setelah kemarin harga aset mayoritas bergerak hijau pasca tercapainya kesepakatan AS dengan Vietnam.

Vietnam dikenakan tarif sebesar 20% untuk barang yang ia ekspor ke Negeri Paman Sam, dengan pungutan sebesar 40% pada barang apapun yang dianggap diangkut melalui negara itu. Presiden AS Trump mengatakan Vietnam setuju mencabut semua tarif pada barang impor dari AS.

Kabar itu memang melegakan bagi pasar secara umum ditandai dengan melesatnya indeks saham di Wall Street tadi malam.

Namun, respon Tiongkok akan dicermati karena tarif 40% untuk barang transshipment Vietnam jelas ditujukan pada barang China yang dikirim dari negeri di Asia Tenggara tersebut.

"Kesepakatan yang mencakup bea masuk sebesar 40% atas barang yang dikirim ulang, sebuah klausul yang jelas ditujukan pada ekspor China. Detil tentang pelaksanaan masih belum ada, tapi hal itu meningkatkan risiko kemungkinan respons dari Beijing," kata Maria Nicola, Ahli Strategi Market Live, dilansir dari Bloomberg News.

Ekspor Tiongkok, EU, Jepang, Indonesia, Vietnam dan Malaysia ke AS (Riset Bloomberg Technoz)

Bagi Indonesia, pengenaan tarif 20% untuk Vietnam adalah kabar kurang baik karena itu berarti tarif ke negeri itu jauh lebih rendah ketimbang yang dikenakan pada Indonesia yaitu 32%.

Bahkan untuk beberapa barang, AS mengenakan tarif hingga lebih dari 40%. Barang ekspor dari Indonesia akan makin tak kompetitif di pasar internasional dan ke AS karena tarif lebih mahal dibanding negara pesaing.

Analis memprediksi, Pemerintahan Donald Trump kemungkinan meminta syarat serupa Vietnam dari Indonesia.

"Kami memprediksi, AS juga meminta duty free seluruh impor dari AS. Juga, tarif minimal 10%-20% atas seluruh ekspor Indonesia ke AS serta tarif sebesar 30%-50% untuk ekspor transshipment," kata Lionel Priyadi, Fixed Income and Market Strategist Mega Capital dalam catatannya, pagi ini.

Menurut analis, hal tersebut berpotensi memicu koreksi atas tingkat imbal hasil atau yield Surat Utang Negara (SUN) tenor acuan 10 tahun ke kisaran 6,75-6,85% serta tekanan terhadap rupiah menuju kisaran Rp16.400-Rp16.600/US$ dalam dua pekan ke depan.

Negosiasi Pemerintah RI pada Pemerintah AS masih berlangsung dan belum menghasilkan kesepakatan yang gamblang sampai hari ini. Pengajuan usulan dalam negosiasi tahap pertama tak mencapai kesepakatan. 

Presiden Prabowo Subianto tiba-tiba panggil Menko Ekonomi Airlangga Hartarto. (Bloomberg Technoz/Azura Yumna)

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah Indonesia sudah memiliki penawaran kedua untuk negosiasi tarif perdagangan dengan AS.

Dalam pernyataan di Jakarta akhir Juni lalu, Airlangga bilang tawaran kedua sudah diterima oleh AS. Selain itu, Indonesia juga telah berkomunikasi dengan United States Trade Representative (USTR), United States Secretary of Commerce Howard Lutnick, dan US Secretary of Treasury Scott Bessent.

Dampak tarif AS terhadap perekonomian ASEAN-5 akan cukup signifikan (Bloomberg Economics)

Di Asia Tenggara, tarif resiprokal AS terhadap Indonesia termasuk yang tertinggi setelah Vietnam berhasil menurunkan angka. Dengan tarif 32%, Indonesia hanya lebih rendah daripada Thailand. Namun, tarif ke RI lebih tinggi dibanding Malaysia yang terkena 24% atau India 26%.

Negara-negara di kawasan Asia Tenggara, ASEAN, menjadi sasaran kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump dalam skala terburuk dengan pengenaan pajak impor lebih besar bila dibanding negara di kawasan lain.

Perekonomian negara-negara di kawasan ini, termasuk Indonesia yang sudah menghadapi tantangan pelemahan konsumsi domestik -mesin utama pertumbuhan- menghadapi ancaman perlambatan lebih besar.

Menurut analisis dari Bloomberg Economics, bila tidak ada perubahan besaran tarif dari yang diumumkan oleh Trump pada 2 April lalu, dampak dari kebijakan yang mengguncang pasar tersebut kemungkinan akan lebih dahsyat memukul perekonomian di kawasan ASEAN ketimbang era krisis finansial global pada 2008-2009 lalu.

"Hal itu terutama karena posisi Tiongkok tidak sekuat sebelumnya menjadi bantalan bagi negara-negara di kawasan ini," kata Tamara Mast Henderson, ekonom Bloomberg Economics untuk kawasan ASEAN, dalam laporan riset yang pernah dipublikasikan April lalu.

Indonesia dinilai relatif lebih terisolasi dari dampak lebih buruk karena perekonomian negeri ini lebih bergantung pada konsumsi domestik.

Hanya, dengan kini perlambatan konsumsi makin kentara, dampak dari situasi perdagangan yang tertekan bisa makin menterpurukkan perekonomian. 

(rui)

No more pages