Logo Bloomberg Technoz

Menurut Sri Mulyani, kontraksi pendapatan negara pada semester I-2025 terjadi karena beberapa hal. Pertama, penurunan harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP). Kemenkeu mencatat harga ICP adalah US$70,05 barel per Mei 2025. Angka ini di bawah asumsi US$82 per barel dalam APBN 2025.

Kedua, pengalihan dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekitar Rp80 triliun ke Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara dari sebelumnya diterima oleh Kemenkeu melalui Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kekayaan Negara Dipisahkan (KND).

Ketiga, pembatalan kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) 12% secara umum dan hanya berlaku untuk barang mewah yang menyebabkan negara kehilangan potensi penerimaan Rp71 triliun pada APBN 2025.

"Jadi sebetulnya pendapatan negara mengalami tekanan dari PPN maupun dari dividen BUMN sebesar Rp150 triliun, di mana Rp70 triliun [dari pembatalan PPN 12% secara umum] dan Rp80 triliun [dari pengalihan dividen BUMN]," ujarnya.

Selain itu, Sri Mulyani menggarisbawahi pendapatan negara yang tinggi pada semester I-2022 dan semester I-2023 terjadi karena Indonesia mendapatkan manfaat dari harga komoditas yang melambung tinggi pada periode tersebut .

"Harga komoditas waktu itu tinggi sekali. Harga batu bara di atas US$300 per ton. Harga minyak dan lain-lain. Sehingga memang pada 2024 dan 2025 ini terjadi penyesuaian terutama pada komoditas dan kemudian dampaknya ke kegiatan ekonomi," ujarnya.

Realisasi Pendapatan Negara Semester I-2025

Pendapatan negara: Rp1.201,8 triliun

1. Penerimaan Perpajakan: Rp978,3 triliun

- Penerimaan pajak: Rp831,3 triliun

- Kepabeanan dan Cukai: Rp147 triliun

2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP): Rp222,9 triliun

3. Penerimaan hibah: Rp0,6 triliun

(mef/lav)

No more pages