Selain itu kata dia perubahan iklim itu menyebabkan stres ekologi pada hewan liar, yang akhirnya meningkatkan shedding virus (keluarnya virus).
“Ini ada risetnya, jadi saya ingat di waktu saya di Australia terlibat salah satu riset Itu terkait hewan kelelawar yang meningkat produksi kotoran yang mengkontaminasi hewan ataupun buah sekitar,”.
“Kemudian ada pembangunan pemukiman, itu stres pada hewan kelelawar dan itu yang meningkatkan produksi kotorannya, urinnya dan sebagainya yang itu mengeluarkan virus, nah ini yang harus diketahui,”.
Dicky mengaku khawatir terhadap pembangunan seperti ibu kota nusantara atau IKN dan kota-kota baru yang tidak dilakukan analisa lingkungan dengan memadai.
Faktor lainnya, yakni terkait perluasan pertanian dan deforestasi (pengurangan hutan) yang dapat menghancurkan habitat alami satwa liar sehingga menyebabkan peningkatan kontak manusia dengan hewan liar.
Selain itu, adanya perkebunan sawit, pertanian intensif dan pertenakan dalam skala besar. Ini yang akan menciptakan yang disebut dengan interface zoonotic.
Dilansir dalam berbagai sumber, "interaksi zoonotik" merujuk pada titik kontak atau area di mana terjadi penularan penyakit dari hewan ke manusia (atau sebaliknya).
“Jadi ada zona berbahaya di mana virus berpindah lintas spesies, ini yang harus dipahami dan ini yang berisiko,”..
Selain itu urbanisasi juga menjadi faktor ketiga yang berpengaruh dalam timbulnya virus-virus baru ini, kata Dicky.
“Membuat manusia makin dekat ke ekosistem satwa liar atau meningkatkan juga mobilitas manusia yang mempercepat penyebaran virus baru secara global,”.
“Jadi yang tadinya hanya ke satu kelompok manusia ini karena dia bepergian ke luar negeri, dibawalah. Selain itu, di banyak negara termasuk di Indonesia pasar hewan hidup atau wet market (pasar hewan hidup) kita sebut itu mempertemukan berbagai spesies dalam satu tempat Ini yang berbahaya,”.
Dicky pun mendorong adanya pasar sehat, kota sehat agar tak terjadi penularan hewan terhadap manusia.
"Jadi sudah bukan masanya lagi ada wet market atau pasar hewan hidup, ya harusnya penjagalan itu terpisah. Ini yang harus kita mulai tata karena ini yang berbahaya karena wet market atau pasar hewan hidup itu adalah kondisi ideal untuk rekombinasi genetik virus,”.
Faktor lainnya yakni perdagangan hewan eksotis dan hewan liar. Kata DickY hal ini menciptakan kontak tidak alami serta memperbesar risiko virus.
Ini yang terjadi di berbagai belahan negara dunia. Di negara berkembang seperti China, Asia, umumnya. Di India, di Indonesia, kemudian juga di Afrika dan juga Amerika Latin.
"Jadi itulah sebabnya kemunculan 22 virus baru di China adalah, tu pun sekali lagi, jumlah virus di dunia yang diprediksi itu. Ada yang bisa menyebabkan penyakit pada manusia, ada di sekitar 700 ribuan jenis. Di mana hanya baru 1% saja yang diketahui manusia dan itu termasuk yang tambahan 22 virus baru itu,”ujarnya.
Sebelumnya, penelitian ini melibatkan ilmuwan dari Tiongkok dan Universitas Sydney, yang memeriksa ginjal 142 kelelawar yang dikumpulkan selama empat tahun di Yunnan. Mereka mengidentifikasi total 22 virus, 20 di antaranya belum pernah tercatat sebelumnya. Di antaranya adalah dua henipavirus yang berkerabat dekat dengan Nipah dan Hendra, yang dapat menyebabkan radang otak fatal dan penyakit pernapasan pada manusia, dengan tingkat kematian hingga 75%.
Tim tersebut juga melaporkan dua spesies bakteri baru dan satu parasit yang sebelumnya tidak diketahui. Sementara sebagian besar penelitian tentang virus kelelawar berfokus pada feses, para peneliti mengamati jaringan ginjal, yang berperan dalam penyebaran virus melalui urin — rute penularan yang kurang diteliti tetapi berpotensi penting.
(dec/spt)

































