Kedua, penguatan strategi operasi moneter pro-market untuk makin memperkuat efektivitas transmisi penurunan suku bunga, menjaga kecukupan likuiditas, mempercepat pendalaman pasar uang dan pasar valuta asing (valas), serta mendorong aliran masuk modal asing.
Hal ini dilakukan dengan mengelola struktur suku bunga instrumen moneter dan swap valas untuk memperkuat efektivitas transmisi penurunan suku bunga dengan tetap menjaga daya tarik aliran masuk portofolio asing ke aset keuangan domestik. Selain itu, memperkuat strategi lelang Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder untuk menjaga kecukupan likuiditas di pasar uang dan perbankan; dan Terakhir, memperkuat peran dealer utama untuk meningkatkan transaksi SRBI di pasar sekunder dan transaksi repurchase agreement (repo) antarpelaku pasar.
Ketiga, penguatan publikasi asesmen transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan pendalaman pada suku bunga kredit berdasarkan sektor prioritas yang menjadi cakupan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).
Keempat, perluasan akseptasi digital melalui akselerasi persiapan implementasi QRIS Antarnegara yaitu: Indonesia-Jepang khususnya untuk transaksi outbound ke Jepang, dan Indonesia-China untuk uji coba implementasi.
Kelima, perpanjangan kebijakan tarif Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dan kebijakan Kartu Kredit (KK) sampai dengan 31 Desember 2025. Hal ini terdiri dari tarif SKNBI sebesar Rp1 dari Bank Indonesia kepada bank dan tarif SKNBI maksimum Rp2.900 dari bank kepada nasabah dan kebijakan batas minimum pembayaran oleh pemegang KK sebesar 5% dari total tagihan dan kebijakan nilai denda keterlambatan sebesar maksimum 1% dari total tagihan serta tidak melebihi Rp100.000.
"BI juga terus memperkuat sinergi kebijakan dengan pemerintah untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi sejalan dengan program Asta Cita pemerintah," ujarnya.
Perry mengatakan, keputusan menahan BI Rate sejalan dengan tetap terjaganya perkiraan inflasi 2025 dan 2026 dalam sasaran 2,5% plus minus satu persen, kestabilan nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamental di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi, serta perlunya untuk tetap turut mendorong pertumbuhan ekonomi.
Ke depan, BI akan terus mencermati ruang penurunan BI Rate untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, dengan tetap mempertahankan inflasi sesuai dengan sasarannya dan stabilitas nilai tukar sesuai dengan fundamentalnya.
Sementara itu, kebijakan makroprudensial akomodatif terus dioptimalkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dengan berbagai strategi untuk mendorong pertumbuhan kredit dan meningkatkan fleksibilitas pengelolaan likuiditas oleh perbankan. Kebijakan sistem pembayaran juga diarahkan untuk turut menopang pertumbuhan ekonomi melalui perluasan akseptasi pembayaran digital, serta penguatan infrastruktur dan konsolidasi struktur industri sistem pembayaran.
(lav)
































