Logo Bloomberg Technoz

Akibat tekanan keuangan dan proses restrukturisasi utang yang diderita oleh Jiangsu Delong di China, lanjut Djoko, banyak saham anak usahanya di Indonesia yang diambil alih oleh perusahaan lain asal Negeri Panda. 

Belum Kolaps

Dia menambahkan—berdasarkan analisis HSBC Securities — operasi anak usaha Jiangsu Delong di Indonesia relatif masih belum terganggu, kendati beberapa lini produksi telah diturunkan; khususnya di GNI.

“Kalau GNI kan katanya sekarang lagi cari pendanaan. Terkait dengan VDNI dan OSS tidak ada informasi,” ujarnya.

Kabar pendanaan baru GNI sebelumnya juga dikonfirmasi oleh Kementerian Perindustrian.

Dalam kaitan itu, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Setia Diarta mengatakan pendanaan baru tersebut kemungkinan rampung Agustus 2025, menyusul pergantian manajemen perusahaan per 18 Januari.

“Saat ini GNI sedang menunggu jadwal rapat kreditur. Kemungkinan pada Agustus. Update yang kami terima begitu,” kata Setia kepada Bloomberg Technoz, saat dimintai konfirmasi, Rabu (11/6/2025).

“Selama proses transisi, pendanaan masih berasal dari Jiangsu Delong.”

Jiangsu Delong adalah salah satu investor besar hilirisasi nikel untuk segmen baja nirkarat di Indonesia, selain Tsingshan Holding Group Co Ltd — yang juga berasal dari China.

Perusahaan konglomerat China yang sedang bergelut dengan krisis keuangan dan restrukturisasi utang sejak medio 2024 tersebut dibangun oleh pengusaha logam legendaris Dai Guo Fang pada 2010 dengan lebih dari 10.000 karyawan.

Jiangsu Delong memiliki kapasitas produksi tahunan lebih dari 10 juta ton baja nirkarat dan produk paduan lainnya dari pabrik-pabrik di China dan Indonesia, tetapi banyak operasinya menghadapi kendala akibat turunnya harga nikel beberapa tahun terakhir.

Adapun, Jiangsu Delong menerapkan keahlian signifikan dari smelter nikel pirometalurgi dengan teknologi rotary kiln-electric furnace (RKEF) di kompleks industri miliknya di China.  

Sebelum Indonesia menerapkan larangan ekspor bijih nikel pada 1 Januari 2020, Delong memproses bijih nikel yang diimpor dari Filipina dan Indonesia menjadi feronikel dengan metode peleburan dan pemurnian dan memiliki kapasitas tahunan 1 juta ton besi nikel.

Perusahaan itu lantas mulai masuk dan memiliki unit bisnis di Indonesia, salah satunya PT GNI.

PT Gunbuster Nickel Industry (dok. Instagram @gunbusterofficial)

Saat meresmikan PT GNI di Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah pada 27 Desember 2021, Presiden ke-7 RI Joko Widodo menggarisbawahi perusahaan asing memang tidak memiliki pilihan selain harus membangun industri hilir di Indonesia untuk bisa memanfaatkan dan mengolah bijih nikel usai larangan ekspor tersebut.

Menyadur pernyataan dalam laman resmi perusahaan, GNI merupakan perusahaan pengolahan dan pemurnian atau smelter bijih nikel yang berdiri sejak 2019.

Proyek smelter GNI ini juga masuk dalam proyek strategis nasional (PSN) berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2021, yang tergabung dalam proyek bersama VDNI.

Operasi PT GNI terletak di di Desa Bunta, Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah. Dengan menggunakan teknologi pirometalurgi atau RKEF, smelter GNI memiliki kapasitas produksi 1,9 juta NPI per tahun.

Selain itu, perusahaan menghasilkan produk feronikel yang kemudian diolah menjadi bahan baku yang digunakan untuk produksi baja nirkarat dan industri besi paduan nikel.

PT GNI juga berkolaborasi dengan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), yang merupakan anggota holding badan usaha milik negara (BUMN) sektor pertambangan, PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID).

Kerja sama tersebut dilakukan dengan adanya perjanjian pendahuluan atau heads of agreement (HoA) kedua perusahaan dengan 1 perusahaan lain bernama Alchemist Metal Industry Pte Ltd pada Mei 2021, yakni untuk pengembangan bisnis smelter di kawasan Konawe Utara dan Morowali Utara.

Berdasarkan siaran pers Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, smelter GNI melengkapi lini produksi yang sebelumnya dilakukan di smelter OSS, yang merupakan smelter penghasil feronikel dengan kapasitas produksi 2,2 juta ton/tahun dan billet stainless steel dengan kapasitas produksi 3 juta ton/tahun.

Sementara itu, VDNI merupakan smelter penghasil feronikel dengan kapasitas produksi 1 juta ton/tahun.

Kemenko Bidang Perekonomian sebelumnya melaporkan OSS, VDNI, dan GNI secara total telah menggelontorkan investasi selkitar US$8 miliar (sekitar Rp130 triliun asumsi kurs saat ini), dengan penyerapan tenaga kerja lebih kurang 27.000 orang.

-- Dengan asistensi Mis Fransiska Dewi 

(wdh)

No more pages