Logo Bloomberg Technoz

Dia menyebut kondisi tersebut “sangat memprihatinkan”, padahal Indonesia sedang sangat membutuhkan akselerasi eksplorasi agar eksploitasi di Blok Tuna bisa segera dieksekusi.

Dengan membaca dinamika tensi geopolitik yang tereskalasi di dua fron utama akhir-akhir ini, Ukraina-Rusia dan Israel-Iran, Hadi berpendapat hubungan Rusia dan AS makin panas.

“Khawatirnya, masuknya Rusia ke Blok Tuna akan kontraproduktif,” sebut Hadi.

Jika ingin tetap berbisnis di sektor energi dengan Rusia, Hadi menyarankan agar pemerintah memberikan kesempatan atau akses terbatas seperti halnya yang dilakukan oleh India.

Dengan demikian, nasib proyek strategis atau penting di dalam negeri tidak terkompromikan. Namun, tentunya hal tersebut harus melibatkan lobi-lobi tingkat tinggi. 

“Topik [lobi-lobinya] tidak hanya di sektor migas, tetapi mungkin juga hal lain. Bolak-balik tidak akan mengubah keadaan selama sanksi [Barat] ke Rusia belum dicabut,” ujarnya.

BUMN migas Rusia, Zarubezhneft./dok. Zarubezhneft

Waspada Pertamina

Lebih lanjut, Hadi mengingatkan bisnis hulu migas Rusia di Indonesia yang melibatkan PT Pertamina juga harus diantisipasi secara hati-hati.

“Hati-hati, bond [obligasi] Pertamina itu kebanyakan USA. Pertamina itu pemegang sahamnya 100% pemerintah. Ada terms and condition [syarat dan ketentuan] terkait dengan bond itu, terkait dengan kepatuhan terhadap kebijakan AS. Nah, syarat ini tidak mudah dikesampingkan. Mampukah kita melobi hal-hal seperti itu?”

Dengan demikian, Hadi menilai investasi di sektor migas dari Rusia sebaiknya dikendalikan untuk sementara sampai situasi geopolitik lebih kondusif. Jika tidak, tegasnya, akibatnya berisiko kontraproduktif dengan kepentingan Indonesia.

Kepala Divisi Prospektivitas Migas dan Manajemen Data Wilayah Kerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Asnidar sebelumnya mengonfirmasi Zarubezhneft tetap bertahan di Blok Tuna.

Blok gas di Laut Natuna utara yang berdekatan dengan Vietnam tersebut sebelumnya dimiliki oleh Zarubezhneft dan Harbour Energy Plc (perusahaan migas Inggris) dengan pembagian hak partisipasi atau participating interest (PI) masing-masing sebesar 50%.

Blok tersebut tengah dalam proses divestasi atau farm out oleh salah satu dari kedua perusahaan itu. Proses divestasi ditargetkan rampung pada awal Juni 2025, setelah prosesnya cukup lama tersendat.

“Jumat kemarin kami sudah dapat gambaran dari Harbour, most likely [kemungkinan besar] ZAL [Zarubezhneft Asia Limited] masih stay [tetap] di [Blok] Tuna,” kata Asnidar kepada Bloomberg Technoz.

Adapun, Kepala SKK Migas Djoko Siswanto menggungkapkan bakal bertemu dengan General Director Zarubezhneft Asia Ltd Alexander Mikhaylov di Saint Petersburg, Rusia pekan ini di sela kunjungan rombongan Presiden Prabowo Subianto pada 18—20 Juni

Pertemuan tersebut mencakup pembahasan ihwal kelanjutan proyek Blok Tuna.

Blok Tuna diestimasikan memiliki potensi gas di kisaran 100—150 million standard cubic feet per day (MMSCFD), menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).  

Adapun, investasi pengembangan lapangan hingga tahap operasional ditaksir mencapai US$3,07 miliar (sekitar Rp50,10 triliun).

-- Dengan asistensi Mis Fransiska Dewi

(wdh)

No more pages