Logo Bloomberg Technoz

Saham-saham transportasi, saham konsumen non primer, dan saham barang baku menjadi pendorong IHSG hingga melesat di zona hijau dengan menguat mencapai 2,55%, 1,71% dan 1,67%.

Adapun saham-saham transportasi yang terbang tinggi di zona positif adalah, saham PT Batavia Prosperindo Trans Tbk (BPTR) melesat 14,46%, saham PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) menguat 8,95%, dan saham PT Samudera Indonesia Tbk (SMDR) melejit 7,54%.

Senada, saham konsumen non primer juga melesat hingga menjadi penopang IHSG, saham PT Tempo Inti Media Tbk (TMPO) terbang 34,4%, saham PT Pudjiadi And Sons Tbk (PNSE) mencatat kenaikan 24,6%, dan saham PT MNC Land Tbk (KPIG) menguat 15,2%.

Saham-saham LQ45 juga melesat hingga menutup hari di teritori positif i.a, saham PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) melesat 7,26%, saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) menguat 5,79%, dan saham PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) terapresiasi 4,35%.

Sama halnya, tren positif juga terjadi pada saham LQ45 berikut, saham PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) mencatat penguatan 4,25%, saham PT Ciputra Development Tbk (CTRA) ada kenaikan 3,12%, dan saham PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) menguat 2,88%.

APBN Defisit Rp 21 T per Mei 2025

Hari ini, Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati memaparkan laporan terbaru Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Hingga per Mei, APBN 2025 mencatat defisit.

Dengan posisi Keseimbangan Primer APBN per Mei 2025 mencatat surplus sebesar Rp 192,1 triliun.

Pada Selasa, Sri Mulyani mengungkapkan realisasi penerimaan negara sampai dengan 30 Mei 2025 adalah Rp 995,3 triliun. Pencapaian ini setara dengan 33,1% pendapatan dari target APBN 2025.

Di lain sisi, belanja negara per Mei tercatat Rp 1.016 triliun. Setara 28,1% dari target, atau dari pagu anggaran 2025.

Dengan itu, APBN 2025 membukukan defisit Rp 21 triliun per Mei. Angka ini setara dengan 0,09% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Angka ini sedikit lebih rendah dibanding defisit pada Mei 2024 yang sebesar Rp 21,76 triliun atau saat itu tercatat 0,1% terhadap PDB.

Sementara, Keseimbangan Primer, lanjut Sri Mulyani, tercatat surplus Rp 192,1 triliun per Mei. Keseimbangan Primer yang surplus berarti utang lama tidak perlu dibayar dengan penarikan utang baru. Dalam istilah sehari-hari, tidak gali lubang-tutup lubang.

“Keseimbangan primer APBN per Mei 2025 mengalami surplus Rp 192,1 triliun, dengan pembiayaan anggaran mencapai Rp 324,8 triliun,” papar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Kinerja dan Fakta, APBN KiTa, Selasa.

(fad)

No more pages