Dia juga mengatakan segmen investor BEI saat ini lebih beragam, dari institusi domestik, investor asing, hingga investor ritel yang tersebar di wilayah waktu Indonesia Barat, Tengah, dan Timur.
Selain memperhatikan kebutuhan investor dalam negeri, BEI juga mempertimbangkan pola aktivitas pasar di kawasan regional, termasuk Hong Kong yang memiliki zona waktu berbeda satu jam lebih cepat dari WIB. Hal ini relevan mengingat banyak investor institusi global yang beroperasi melalui desk di Hong Kong.
“Hong Kong itu satu jam lebih cepat dari WIB, atau setara dengan waktu Indonesia Tengah. Jadi itu juga menjadi salah satu pertimbangan, karena konsentrasi investor asing cukup tinggi di sana,” tambahnya.
Jeffrey menambahkan bahwa distribusi investor di Indonesia pun kini lebih menyebar. Jika sebelumnya 70% investor berada di Pulau Jawa, kini porsinya menyusut menjadi sekitar 67-68%, sementara investor dari Indonesia Tengah dan Timur mulai meningkat.
Di samping itu, BEI juga membandingkan jam perdagangan dengan bursa-bursa regional lain seperti Singapura, Malaysia, dan Vietnam untuk menjaga daya saing pasar modal Indonesia.
Sebelumnya, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman, mengungkapkan bahwa salah satu opsi yang tengah dikaji adalah memajukan waktu pembukaan perdagangan menjadi pukul 08.00 WIB agar lebih selaras dengan zona waktu investor di Asia, atau memperpanjang waktu penutupan hingga pukul 17.00 WIB untuk menjangkau pelaku pasar di kawasan Eropa.
Iman menyampaikan bahwa perpanjangan jam perdagangan bisa dilakukan pada sisi pagi maupun sore hari, dan evaluasi internal terkait hal ini ditargetkan rampung dalam tiga bulan ke depan.
Saat ini, jam perdagangan di BEI berlangsung selama tujuh jam, dari pukul 09.00 hingga 16.00 WIB. Penyesuaian waktu perdagangan dinilai dapat menambah volume transaksi serta memberikan keleluasaan bagi investor untuk merespons dinamika pasar global secara lebih cepat.
(dhf)






























