Logo Bloomberg Technoz

Dorongan untuk keluar dari ‘kecanduan’ akan batu bara pun kian besar. Bloomberg News mengabarkan, Climate Investment Fund (yang didukung Bank Dunia) menyetujui pembiayaan transisi energi di Afrika Selatan senilai US$ 2,6 miliar (Rp 42,36 triliun).

Dana ini akan memainkan peran penting dalam transisi energi di negara tersebut. Pasanya, sekitar 80% pembangkitan listrik di Afrika Selatan masih bergantung kepada batu bara.

“Pendanaan ini akan membuka dinamika yang luar biasa. Ini akan membuka arus pendanaan baru,” tegas Rudi Dicks, Ketua Manajemen Proyek di Kantor Kepresidenan Afrika Selatan.

Analisis Teknikal

Lantas bagaimana proyeksi harga batu bara untuk pekan depan? Apakah bisa naik lagi atau malah mengalami koreksi?

Secara teknikal dengan perspektif mingguan (weekly time frame), batu bara masih tersangkut di zona bearish. Terbukti dengan Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 45.

RSI di bawah 50 menunjukkan suatu aset sedang berada di posisi bearish. Namun RSI batu bara tidak jauh dari 50 sehingga bisa dibilang masih netral.

Akan tetapi, indikator Stochastic RSI sudah menyentuh 100. Paling tinggi, sangat jenuh beli (overbought).

Sedangkan indikator Average True Range (ATR) 14 hari ada di 3. Artinya, volatilitas harga batu bara rasanya akan minim saja.

Untuk perdagangan pekan depan, ada kemungkinan harga batu bara akan melemah. Apalagi harga sudah berada di pivot point.

Sepertinya harga batu bara akan mengetes support US$ 102/ton yang menjadi Moving Average (MA) 5. Jika tertembus, maka MA-10 di US$ 99/ton bisa menjadi target berikutnya.

Adapun target resisten terdekat ada di rentang US$ 107-109/ton. Penembusan di level ini berpotensi mengangkat harga batu bara ke kisaran US$ 110-111/ton.

(aji)

No more pages