Logo Bloomberg Technoz

Bahlil menegaskan Indonesia akan mengizinkan perdagangan listrik hijau jika Singapura juga memberikan kontribusi berupa pengembangan hilirisasi industri panel surya di Indonesia. 

Adapun kapasitas ekspor listrik EBT lintas batas ke Singapura diperkirakan mencapai 3,4 gigawatt (GW). Untuk memenuhi permintaan tersebut, Kementerian ESDM memperkirakan akan membutuhkan 18,7 GW produksi panel surya dan 35,7 GWh produksi baterai.

Potensi investasi diestimasi mencapai US$30 miliar sampai dengan US$50 miliar untuk pembangkit panel surya dan US$2,7 miliar untuk manufaktur panel surya dan battery energy storage system (BESS). 

Perdagangan listrik lintas batas ini juga diperkirakan dapat mendatangkan potensi penambahan devisa US$4 miliar - US$ 6 miliar per tahun dan penambahan penerimaan negara US$210 juta-US$600 juta per tahun, serta lapangan kerja baru 418.000 pekerja dari manufaktur, konstruksi, operasi, dan pemeliharaan panel surya dan BESS.

Tak hanya itu, Bahlil juga menyebutkan bahwa pemerintah membuka diri untuk menerima program dan kerja sama terhadap carbon capture, and storage (CCS).  

“Di dunia sekarang tidak akan mungkin sebuah produk industri itu akan kompetitif dengan produk-produk lain di dunia kalau tidak memakai energi baru terbarukan dan atau prosesnya tidak mendekatkan pada green industry yang baik,” ucapnya. 

Dalam hal ini, Bahlil juga membanggakan kapasitas yang dimiliki Indonesia untuk membangun CCS terbesar di dunia. Jika direalisasikan, kerja sama CCS lintas batas Indonesia - Singapura akan menjadi yang pertama di Asia Tenggara, bahkan Asia Timur.  

“Karena kita mempunyai X daripada sumur-sumur minyak dan sumur-sumur gas,” imbuhnya.

Lebih lanjut, dalam paparan Bahlil, CCS lintas batas ini dalam jangka pendek akan mengembangkan proyek S-hub yang dikembangkan Shell, ExxonMobil, dan Pertamina. Dengan potensi pendapatan sebesar US$200 juta/tahun dan penyerapan tenaga kerja mencapai 1.600 pekerja.

(mfd/naw)

No more pages