Pemerintah juga menjamin kompensasi gaji penuh bagi pasangan yang sama-sama mengambil cuti orang tua dan memperbaiki kondisi kerja bagi staf pengasuh anak dan perawat.
Sejumlah kebijakan ini melanjutkan inisiatif pendahulu Ishiba, Fumio Kishida, yang berjanji akan meningkatkan subsidi pemerintah per anak hingga tingkat yang setara dengan Swedia, di mana 3,4% dari PDB dialokasikan untuk tunjangan keluarga.
Saat itu, Kishida memperingatkan bahwa Jepang akan "kehilangan kemampuannya untuk berfungsi sebagai masyarakat," kecuali mengambil tindakan yang berani.
Krisis penurunan angka kelahiran yang cepat masih belum teratasi, kata juru bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), menyebut populasi perempuan muda yang menyusut dan tren pernikahan dan kelahiran yang semakin tertunda sebagai salah satu faktor utamanya.
Penurunan angka kelahiran yang terus berlanjut memunculkan kekhawatiran baru tentang masa depan sistem jaminan sosial Jepang. Program pensiun publik negara ini semakin tertekan, di mana kontributor berkurang dan penerima manfaat makin meningkat.
Menurut laporan terpisah dari Kemenkes, selama dua dekade terakhir, jumlah orang yang membayar ke sistem tersebut berkurang sekitar 3 juta, sementara penerima manfaat meningkat hampir 40%.
Melonjaknya biaya jaminan sosial Jepang semakin menekan keuangan publik, di mana rasio utang terhadap PDB berada di level tertinggi di antara negara-negara maju. Untuk tahun fiskal 2025, total belanja kesejahteraan sosial mencapai ¥38,3 triliun (US$266,3 miliar), setara dengan sepertiga anggaran nasional.
Pasar tenaga kerja juga diperkirakan akan tetap tertekan. Berdasarkan perkiraan Persol Research and Consulting, jika tren saat ini terus berlanjut, Jepang akan menghadapi kekurangan 6,3 juta pekerja pada tahun 2030.
Tantangan demografi semakin meningkat di seluruh dunia. Di Korea Selatan, tingkat kesuburan naik sedikit tahun lalu untuk pertama kalinya dalam sembilan tahun terakhir, meski hanya mencapai 0,75.
Kelahiran di AS menurun pada 2023 ke level terendah dalam lebih dari 40 tahun, tren yang kemungkinan mendorong pemerintahan Donald Trump mempertimbangkan serangkaian kebijakan pengasuhan anak.
Kabar gembira yang jarang terjadi, jumlah pasangan yang menikah di Jepang meningkat lebih dari 10.000 pada 2024 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Karena tingkat pernikahan dan kelahiran saling terkait erat di negara tersebut, peningkatan ini mungkin membantu mendukung tingkat kesuburan di masa depan.
Pemerintah daerah, termasuk di Tokyo, baru-baru ini meluncurkan inisiatif untuk mendorong pernikahan, seperti mengembangkan aplikasi kencan dan menyelenggarakan acara perjodohan untuk menciptakan lebih banyak kesempatan bagi orang-orang untuk bertemu calon pasangannya.
(bbn)