Profil & Karier
Lee yang merupakan pemimpin Partai Demokratik sejak 2021 hingga kini, partai oposisi pemerintah Korsel, lahir pada 8 December 1963 di Andong, Gyeosang Utara. Ketika berusia 12 tahun ia pindah ke Seongnam, Gyeonggi.
Kondisi keluarganya yang dilanda kemiskinan memaksanya berhenti sekolah dan bekerja sebagai buruh anak di pabrik. Di sana, dia mengalami cedera yang membuatnya cacat lengan. Karena cedera tersebut, Lee bebas dari wajib militer.
Pada 1982, ia mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas Chung-Ang. Di kampus ini, dia belajar ilmu hukum. Empat tahun kemudian, ia lulus ujian pengacara dan menjalani profesi sebagai pengacara hak asasi manusia pada 1989.
Kariernya meroket tajam saat menjabat sebagai Wali Kota Seongnam sejak 2010 setelah berpidato yang melontarkan kritik keras terhadap mantan Presiden Park Geun-hye atas skandal korupsi 2016-2017. Pidatonya yang berapi-api saat itu lantas viral.
Sebelum mencalonkan diri dalam Pilpres 2022, Lee merupakan Gubernur Gyeonggi, provinsi dengan penduduk terpadat di Korsel, selama tiga tahun yakni periode 2018-2021.
Pada Januari 2024, Lee pernah mengalami insiden penikaman di leher saat berkunjung ke lokasi konstruksi di Pulau Gadeok, Busan. Insiden tersebut terjadi beberapa bulan sebelum Pemilu 2024 digelar di Korsel.
Janji Politik
Dalam kampanyenya, Lee berjanji mewujudkan "Republik Korea yang sesungguhnya" dengan fokus pada penciptaan lapangan kerja dan keadilan sosial.
Dia juga mengusung kebijakan fiskal aktif dan berkomitmen untuk mengadili orang-orang yang terlibat dalam dekret darurat militer di masa pemerintahan Yoon Suk Yeol.
Lee sebelumnya menyebut dirinya sebagai "Bernie Sanders-nya Korea", tetapi kini lebih moderat. Ia mengurangi ambisi untuk menerapkan pendapatan dasar universal dan berfokus pada peningkatan belanja negara untuk rumah tangga, perlindungan lebih kuat pada buruh, dukungan pada pengembangan industri AI, serta pembatasan terhadap kekuasaan konglomerat yang dikelola keluarga Korsel.
Dia juga mendesak pendekatan yang lebih hati-hati dalam perundingan perdagangan dengan AS, menuduh pemerintah sementara terburu-buru dalam negosiasi.
Lee menawarkan untuk kembali ke sikap yang lebih akomodatif terhadap Korea Utara dan China—pola yang kerap terjadi saat pemerintahan berpindah ke tangan kubu progresif.
Mantan pengacara buruh yang progresif ini juga mengusulkan pemangkasan masa jabatan presiden dari lima tahun menjadi empat tahun, tetapi memungkinkan dua periode melalui referendum yang bisa dilakukan mulai tahun depan.
Presiden baru Korsel akan langsung menghadapi tekanan untuk memulihkan ekonomi yang menyusut pada awal tahun dan kini terancam oleh tarif tinggi yang diberlakukan Presiden Donald Trump.
Pemimpin baru juga akan menghadapi masyarakat yang makin terbelah, yang semakin terpolarisasi akibat dari bencana darurat militer, termasuk penangkapan Presiden Korsel yang saat itu menjabat dan penyerbuan gedung pengadilan pada Januari 2025, yang mengingatkan pada kerusuhan Capitol Hill pada 6 Januari 2021.
Kemenangan Lee akan menandai perubahan dalam kebijakan ekonomi, luar negeri, dan energi Korsel setelah tiga tahun terakhir pemerintahan diduduki kubu konservatif. Pasalnya, di ingin menutup seluruh pembangkit listrik berbahan bakar batu bara pada 2040 dan menolak pembangunan reaktor nuklir baru. Ia juga mendorong ekspansi energi terbarukan.
Saat ini, Lee menghadapi lima persidangan pidana atas tuduhan korupsi dan tuduhan lainnya. Persidangan kemungkinan besar akan berakhir karena Presiden Korsel yang sedang menjabat memiliki kekebalan dari sebagian besar tuntutan pidana.
(del)































