Logo Bloomberg Technoz

Secara teknikal nilai rupiah berpotensi melanjutkan tren penguatan hari ini dengan target resistance potensial di Rp16.210/US$ hingga Rp16.200/US$.

Level resistance selanjutnya menarik dicermati pada Rp16.100/US$, yang saat ini makin mendekati resistance psikologis potensial.

Adapun rupiah terkonfirmasi memiliki resistance paling menarik di Rp16.000/US$, tercermin dari time frame daily dengan keberhasilan break resistance sebelumnya.

Nilai rupiah juga terkonfirmasi memiliki support Rp16.300/US$ dari posisi saat ini, sementara range support rupiah di antara Rp16.350/US$ sampai dengan Rp16.400/US$.

Analisis Teknikal Nilai Rupiah Selasa 3 Juni 2025 (Riset Bloomberg Technoz)

Situasi pasar global saat ini masih berada pada mode waspada mencermati perkembangan perang dagang AS dengan Tiongkok. Pasca peningkatan ketegangan dengan aksi saling tuding kemarin, dua seteru utama itu dijadwalkan bertemu pekan ini.

Pemerintah AS memutuskan memperpanjang pengecualian tarif pasal 301 terhadap sejumlah produk asal China hingga 31 Agustus, menurut pemberitahuan dari Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS.

Gedung Putih menyebut Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping “kemungkinan besar” akan berbicara pekan ini.

Di sisi lain, lonjakan imbal hasil US Treasury, surat utang AS, kini sudah tidak beriringan dengan peningkatan pamor dolar. Yield 30Y menyentuh 4,96% pagi ini, namun the greenback tetap lesu, mempertegas keterputusan hubungan dua aset yang selama ini nyaris selalu beriringan.

Kelesuan the greenback di pasar global di satu sisi akan memberi dukungan pada rupiah yang dinilai masih di bawah valuasi wajar. Namun, ada peringatan kehati-hatian dari arus modal asing yang kembali beringsut keluar dari pasar domestik.

Di pasar saham RI kemarin, asing membukukan net sell senilai US$172,1 juta, sekitar Rp2,80 triliun. Sedangkan di pasar surat utang negara, belum ada data terbaru perdagangan kemarin.

Yang pasti, harga SUN kemarin cenderung tertekan di hampir semua tenor pasca pengumuman data deflasi Mei juga kemerosotan nilai surplus dagang bulan April ke level terendah sejak Mei 2020.

Hari ini, Kementerian Keuangan akan menggelar lelang rutin Surat Utang Negara dengan target Rp26 triliun.

Pelaku pasar akan menunggu data manufaktur Tiongkok hari ini, disusul penantian akan data pembukaan lapangan kerja AS (JOLTS opening).

Gubernur Bank of Japan Kazuo Ueda juga dijadwalkan berbicara di sebuah forum pada hari ini. Begitu juga sejumlah pejabat Federal Reserve, bank sentral AS, juga dijadwalkan menghadiri berbagai event terpisah pada Selasa waktu setempat.

Paket Stimulus Ekonomi

Usai menghadiri rapat bersama Presiden Prabowo Subianto kemarin, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengumumkan pemberian paket stimulus perekonomian mulai dari diskon transportasi hingga bantuan subsidi upah selama periode Juni—Juli 2025.

Total anggaran dari kelima insentif tersebut mencapai Rp24,44 triliun. Angka itu terdiri dari Rp23,59 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Rp0,85 triliun non-APBN.

"Hari ini telah diputuskan lima hal yang menjadi paket kebijakan ekonomi dengan target-target dari mereka yang akan mendapatkan manfaat dari paket stimulus tersebut," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers, Senin (2/6/2025).

Paket kebijakan stimulus itu diluncurkan di tengah kekhawatiran akan semakin lesunya daya beli masyarakat yang terindikasi dari deflasi pada bulan Mei, jauh setelah Lebaran berlalu.

Menkeu Sri Mulyani. (Youtube/Kemenkeu)

Menkeu Sri mengatakan penyaluran insentif ekonomi merupakan bentuk respons pemerintah dalam menghadapi kemungkinan peningkatan risiko dan pelemahan ekonomi nasional akibat dampak global.

"Kita harapkan pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 dijaga mendekati 5%, dari yang tadinya diperkirakan akan melemah akibat kondisi global, dengan pertumbuhan yang kita tetep jaga, maka kemiskinan dan pengangguran terbuka diharapkan turun lebih cepat," kata Sri Mulyani.

Survei Bloomberg terhadap 31 ekonom yang dilansir pada pekan lalu memperkirakan perekonomian Indonesia pada kuartal II-2025 ini diramal akan makin melambat dengan pertumbuhan hanya sebesar 4,80% year-on-year.

Bila prediksi itu terealisasi, maka akan menjadi pelemahan dalam dua kuartal beruntun, mengingat pada kuartal pertama lalu laju Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia juga telah melemah, hanya tumbuh 4,87% year-on-year, dari capaian 5,02% pada kuartal sebelumnya.

Sehingga secara kuartalan, pada triwulan pertama lalu, PDB Indonesia terkontraksi sebesar 0,98% dibanding kuartal IV-2024. Apabila pada kuartal kedua tahun ini terjadi kontraksi lagi, maka perekonomian Indonesia akan masuk ke zona resesi teknikal, karena terjadi kontraksi kuartalan dua periode beruntun.

Capaian pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua yang diramal makin lesu tidak bisa dilepaskan dari minimnya faktor pengungkit laju mengingat puncak konsumsi rumah tangga, yang menjadi motor utama pertumbuhan, sudah berlalu pada ketika ada perayaan lebaran pada Maret lalu. 

Pada saat yang sama, kinerja perdagangan juga terbebani oleh situasi perang dagang yang memantik tren restriksi perdagangan global. Sokongan belanja pemerintah juga agaknya sulit diharapkan terbatasi komitmen menjaga defisit fiskal di angka aman ketika laju penerimaan negara masih menunjukkan tren pelemahan. Hal itu terlihat dari relatif kecilnya nilai stimulus yang digelontorkan kali ini.

"[Paket stimulus] Belum cukup, nominal terlalu kecil dan sangat temporer waktunya," kata Bhima Yudhistira, Ekonom dari Center of Law and Economic Studies (CELIOS).

(rui)

No more pages