Logo Bloomberg Technoz

“Waktu kasus BREN kena FCA, sampai mendapat sorotan dari FTSE Russell, lalu merembet ke MSCI. Akhirnya itu justru mengecilkan kolam investasi kita dari fund manager besar,” jelasnya.

Bagi pelaku institusi besar, tambah Liza, yang paling utama bukanlah panjangnya jam perdagangan, tetapi ketersediaan likuiditas. Jam tambahan dianggap percuma jika kondisi pasar masih cenderung stagnan dan penuh batasan teknis.

“Buat fund manager, yang penting itu likuiditas. Bukan soal jam buka toko diperpanjang, tapi barang dagangannya itu-itu lagi, terbatas, dan banyak aturannya,” ujarnya.

Biaya Mahal

Setali tiga uang, Guru Besar Fakultas Ekonomi & Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Budi Frensidy mengatakan, masih banyak cara yang lebih murah dan efektif jika tujuannya adalah volume transaksi.

"Kalau pun transaksi naik [karena perpanjangan jam perdagangan], tidak tahu pasti signifikan atau tidak,"ujar Budi.

"Tapi yang pasti, perpanjangan jam perdagangan membutuhkan support system tambahan dan juga jam kerja sumber daya manusia yang meningkat untuk mendukung ini. Jadi, perlu ada kajian mendalam, jangan sampai lebih besar cost daripada benefit."

Alih-alih menambah jam perdagangan, lanjut Budi, penghapusan FCA, UMA, haircut dan aturan-aturan yang kurang masuk akal bakal lebih efektif dan murah untuk meningkatkan volume transaksi.

Tren di Luar Negeri

BEI berdalih, perpanjangan jam perdagangan juga bercermin dari New York Stock Exchange (NYSE), yang jam pre-opening dan pre-closing pasaranya ada dalam hitungan jam. Ini seolah-olah membuat NYSE dibuka selama 24 jam.

Karangan Bunga Mengkritisi Kebijakan Full Call Auction (FCA).

Menurut Lizza, bursa saham China seharusnya yang menjadi contoh.

Ia mencontohkan bagaimana China baru-baru ini menggabungkan dua fasilitas keuangan besar untuk merangsang likuiditas di pasar modalnya. 

Pemerintah Tiongkok menggabungkan fasilitas swap senilai 500 miliar yuan dan pembiayaan pembelian kembali saham sebesar 300 miliar yuan menjadi satu paket senilai 800 miliar yuan atau sekitar Rp1.760 triliun.

“Kita mungkin gak ada uang sebanyak itu. Tapi intinya tetap, yaitu stimulus atau insentif harus ke arah memperbesar likuiditas pasar, bukan sekadar buka lebih lama.”

Dari sisi pelaku industri, Liza juga menyoroti beban tambahan yang harus ditanggung jika jam perdagangan diperpanjang. Baik dari sisi infrastruktur sistem maupun sumber daya manusia, penyesuaian semacam ini tentu akan menambah biaya operasional bagi perusahaan efek dan pelaku pasar lainnya.

(dhf)

No more pages