Logo Bloomberg Technoz

Makin Anjlok, Saham BBHI Catat Rekor Terendah Sejak Juli 2021

Muhammad Julian Fadli
26 May 2023 13:27
Ilustrasi allo Bank. (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)
Ilustrasi allo Bank. (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Emiten bank digital PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) melanjutkan tren koreksi hingga hari ini setelah kehilangan 25 poin, dengan parkir pada level terendah Rp1.010/saham.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) pukul 10.20 WIB, harga saham BBHI sempat menyentuh level terendah pada kisaran Rp1.000/saham, turun hingga 3% dalam setengah hari perdagangan saham.

Volume perdagangan relatif kecil, hanya mencatatkan sebanyak 626 ribu saham dengan nilai transaksi Rp631 juta. Frekuensi yang terjadi juga hanya sejumlah 333 kali.

Koreksi Saham BBHI Terus Berlanjut (Bloomberg)

Sebelumnya, saham BBHI sudah turun 250 poin atau nyaris ambles 20% ke level Rp1.010/saham hanya dalam kurun waktu satu bulan. Adapun harga siang ini merupakan yang terendah sejak Juli 2021 lalu. 

Sejak awal tahun hingga saat ini, saham BBHI telah longsor 42,78% dan memberikan kerugian di atas kertas bagi pemegang saham. Ibaratnya, apabila investor berinvestasi Rp100 juta pada awal tahun, kini nilai investasinya hanya berkisar Rp58 juta saja.

Efek Sentimen Valuasi 

Berdasarkan data Bloomberg, rasio valuasinya pun terbilang sangat mahal, tercermin pada Price to Earnings Ratio (PER) Allo Bank saat ini mencapai 77 kali, dan rasio Price to Book Value (PBV) BBHI sebesar 3,4 kali.

Dengan Return on Assets (ROA) dan Return on Equity (ROE) masing-masing hanya sebesar 2,7% dan 4,5%. Dengan EPS hanya Rp12,4/saham.

Selain itu, BBHI juga sudah melakukan 3x Rights Issue, tepatnya pada Januari 2022, Juli 2021, dan Juli 2018. Akan tetapi, BBHI belum pernah sekali pun memberikan dividen kepada para pemegang saham.

Sentimen lainnya ialah saham BBHI tengah menghadapi berbagai tantangan sebagai bank digital. Adapun beberapa di antaranya terkait dengan inflasi, dan suku bunga tinggi. Secara sektoral pun cukup tertekan imbas dari kenaikan suku bunga acuan pada beberapa waktu belakangan ini.

(fad/dhf)