Buka Lelang
Bahlil pun mengumumkan Kementerian ESDM berencana membuka lelang 60 WK migas dalam 2—3 tahun ke depan. Terlebih, Indonesia memiliki potensi migas dari 128 cekungan, tetapi sebanyak 68 di antaranya belum digarap.
“Kita bisa percepat. Bahkan, di beberapa area seperti di Natuna, ada gas kita 222 TCF, tetapi memiliki CO2 72%, ada yang 45%. Bahkan, minyaknya ada yang 30.000 barel. Artinya, cadangan kita masih cukup luar biasa,” ujarnya.
Terkait dengan produksi siap jual atau lifting minyak, Bahlil Indonesia akan turut mengandalkan tambahan dari ExxonMobil pada Juli—Agustus untuk mencapai target anual sebanyak 605.000 bph dalam APBN 2025.
Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, Exxon yang beroperasi di Blok Cepu telah menjanjikan komitmen peningkatan lifting minyak sebanyak 30.000 bph dalam 2—3 bulan mendatang.
“Perlu kami laporkan juga, yang sudah ada komitmen Juli—Agustus itu Exxon. Lifting Exxon selama ini 155.000 bph dari total [nasional sebanyak] 600.000 bph; 60% dari Pertamina, selebihnya dari KKKS termasuk Exxon. Juli—Agustus nambah 30.000 bph, jadi bisa 185.000—190.000 bph. Ini pelan-pelan kita tarik,” ujarnya di hadapan Presiden Prabowo Subianto di acara tersebut.
Selain dari Exxon, lanjut Bahlil, lifting minyak juga akan mendapatkan tambahan dari produksi Eni sekitar 90.000 bph pada 2027—2028.
Dia juga menyebut masih ada beberapa kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang belum melaporkan secara detail potensi kenaikan produksi siap jualnya.
“Artinya, dari potensi cadangan kita, yang akan melakukan eksplorasi di sekitar 60 WK baru, kemudian yang sudah selesai PoD, dan yang belum tetapi tinggal tunggu launching-nya, perintah Presiden akan bisa kita jalankan bersama KKKS,” ujar Bahlil.
Pada kesempatan tersebut, Bahlil memaparkan kondisi lifting minyak Indonesia saat ini berbanding terbalik dengan masa puncak kejayaannya pada 1996—1997.
Saat itu, kata Bahlil, Indonesia bisa mencatatkan lifting sekitar 1,5—1,6 juta bph dengan konsumsi domestik hanya 500.000 bph. Bahkan, 40% pendapatan negara diperoleh dari sektor migas.
Per 2024, lifting minyak hanya tinggal 580.000 bph di tengah konsumsi yang naik menjadi 1,6 juta bph. Setiap tahunnya, Indonesia menghabisakan US$35 miliar—US$40 miliar untuk mengimpor minyak.
“Atas dasar itu, Presiden telah mencanangkan untku bagaimana caranya agar lifting kita naikkan dan harus mencapai 900.000—1 juta bph pada 2029–2030,” kata Bahlil.
Pada kesempatan yang sama, Presiden Prabowo Subianto menitahkan jajaran pemerintah di bawahnya untuk menyederhanakan regulasi sektor hulu migas guna mempercepat upaya pencapaian swasembada energi.
“Di bidang energi, kita juga sederhanakan. Kita mengerti potensi energi kita sangat-sangat besar. Tadi saya diberi laporan sekian puluh blok migas yang siap kita tawarkan secara besar-besaran,” ujarnya.
“[Untuk itu], saya minta badan-badan regulasi [untuk] sederhanakan regulasi. Saya ulangi, sederhanakan regulasi.”
(wdh)































