Logo Bloomberg Technoz

“Belum diinformasikan, mungkin internal mereka sudah punya kandidat,” tuturnya.

Saat dimintai konfirmasi, Kepala Divisi Prospektivitas Migas dan Manajemen Data WK SKK Migas Asnidar membenarkan lembaganya saat ini masih mengurusi evaluasi minat area yang dikaji Shell.

Asnidar enggan berkomentar banyak ihwal kemungkinan Shell melakukan joint study atau farm in atas blok migas potensial di Tanah Air. 

“Shell masih dalam tahap evaluasi area of interest,” kata Asnidar kepada Bloomberg Technoz.

Ditjen Migas Kementerian ESDM sendiri tengah memetakan sejumlah areal potensial untuk dikembangkan dengan cadangan migas relatif besar (giant), yang kemungkinan bakal dilirik super major oil companies. Kebanyakan area potensial itu berada di areal frontier seperti laut dalam. 

Adapun, areal-areal tersebut kebanyakan tersebar di Pantai Barat Sumatra, Pantai Selatan Jawa Timur atau yang disebut Fore Arc Basins, dan cekungan Andaman. Lalu, ada pula yang tersebar di wilayah Timur Indonesia seperti di sekitar Banda Arc, Timor, dan Arafura. 

Bloomberg Technoz telah meminta konfirmasi terkait dengan rencana investasi hulu migas ini kepada Shell Asia-Pacific Media Relations, tetapi belum mendapatkan tanggapan hingga berita ini tayang.

Rekam Jejak

Di Indonesia, saat ini Shell lebih banyak berkecimpung di lini hilir migas. Akan tetapi rekam jejaknya di sektor hulu migas nasional sangat panjang.

Riwayat Shell di Tanah Air dimulai sejak 1884, ketika warga Belanda, Aeilko Jans Zijlker menemukan harta karun minyak di Sumatra.

Dikutip dari situs resmi Shell, Zijlker mengebor sumur pertamanya di Sumatra setelah memperoleh izin dari Sultan Langkat. Pengeboran itu ternyata menghasilkan sumur kering.

Namun, setahun setelahnya, dia menggali Telaga Tunggal 1 di Pangkalan Brandan, Sumatra Utara dan menemukan minyak di wilayah tersebut; sebelum akhirnya dieksploitasi untuk produksi dalam kuantitas komersial.

Penemuan lebih dari 100 tahun yang lalu tersebut pada akhirnya mengarah pada pembentukan Royal-Dutch Petroleum.

Pada pergantian abad, minyak telah ditemukan di Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Jawa Tengah dan Timur, serta Kalimantan Timur, dan kilang telah didirikan di setiap daerah. Saat itu, ada 18 perusahaan yang mengeksplorasi atau memproduksi minyak di Indonesia.

Ilustrasi Blok Masela (Bloomberg Technoz/Diolah)

Pada era modern, Shell pernah terlibat di industri hulu migas Indonesia sebagai pemegang hak partisipasi atau participating interest (PI) proyek Abadi Masela; ladang gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) raksasa di wilayah Tanimbar, Maluku.

Di Blok Masela, Shell bersama Inpex Corporation (Inpex) sebelumnya setuju untuk membangun fasilitas LNG dengan kapasitas tahunan sebesar 9,5 juta ton dalam kontrak pemulihan biaya senilai sekitar US$20 miliar.

Akan tetapi, pada 2020, Shell memutuskan untuk keluar dari proyek tersebut dengan menjual 35% hak partisipasinya seharga US$2 miliar.

Upaya Shell untuk melakukan divestasi dari Blok Masela sejak itu berlarut-larut, sehingga menciptakan ketidakpastian seputar kelanjutan pengembangan Lapangan Abadi yang menyimpan 360 miliar meter kubik gas itu.

Kementerian ESDM pada akhir Mei 2023 bahkan pernah mengungkapkan kegeramannya terhadap Shell, yang akhirnya memutuskan untuk hengkang dari proyek Abadi Masela.

Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji, yang menjabat saat itu, mengatakan kekecewaan pemerintah terhadap Shell tidak hanya diakibatkan oleh keputusan hengkang tersebut.

Pemerintah geram lantaran raksasa migas yang bermarkas di Inggris itu mengulur negosiasi pengalihan PI di Blok Masela ke PT Pertamina (Persero).

“[Blok] Masela ini masih progres, tetapi begini [progresnya] itu kan agak lama. Jadi, pemerintah itu kehilangan opportunities-nya. Akhirnya Pak Menteri [Menteri ESDM saat itu, Arifin Tasrif] menyampaikan kecewa,” katanya saat ditemui di Kompleks Parlemen, akhir Mei 2023.

Atas hal tersebut, pemerintah akhirnya meninjau kembali rencana pengembangan atau plan of development (PoD) yang telah disusun operator Blok Masela. Salah satu alasan revisi PoD adalah rencana penerapan teknologi penangkapan karbon (carbon capture) untuk menekan emisi di proyek hulu migas itu.

Pada Juli 2023, Pertamina dan Petroliam Nasional Berhad (Petronas) akhirnya resmi mengambil alih 35% saham Shell di Blok Masela. Ketiganya telah menandatangani perjanjian jual beli untuk akuisisi tersebut.

Pertamina akhirnya memiliki 20% saham melalui PT Pertamina Hulu Energi (PHE) dan 15% oleh Petronas Masela Sdn Bhd. Adapun, 65% porsi lainnya masih dipegang oleh Inpex.

Kembalinya Big Oil

Tidak hanya Shell ini, sejumlah raksasa migas global atau big oil akhir-akhir ini mulai menyatakan ketertarikannya untuk kembali berinvestasi di hulu migas Indonesia.

TotalEnergies SE, misalnya, berencana mengimpit saham minoritas pada blok eksplorasi Bobara yang kini dikerjakan Petronas. 

Logo perusahaan di bagian luar kantor pusat TotalEnergies SE di distrik bisnis La Defense di Paris, Prancis./Bloomberg-Benjamin Girette

TotalEnergies bersama dengan PT Pertamina Hulu Energi (PHE) dikabarkan bakal mengakuisisi sekitar 25% PI yang dilepas Petronas di Blok Bobara.

Diberitakan Bloomberg Technoz, raksasa migas Prancis tersebut turut berpartisipasi pada studi bersama atau joint study hulu migas yang saat ini tengah dikerjakan Petronas di sejumlah open area di Indonesia timur.

Rencanannya, TotalEnergies akan masuk saat sejumlah blok hasil joint study itu dibuka dalam putaran lelang.

Selain Total, raksasa migas asal Amerika Serikat (AS), Chevron Corporation, disebut-sebut turut menjajaki kesempatan untuk ikut lelang blok migas yang akan ditawarkan pemerintah.

Kabar itu dikonfirmasi Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung saat ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (16/5/2025).

Menurut Yuliot, Chevron bakal ikut dalam penawaran lelang yang akan dibuka otoritas hulu migas pada tahun ini. Dia menyebut pemerintah akan mempercepat proses lelang untuk 30 wilayah kerja (WK) migas potensial tahun ini.

“Jadi ini segera kita lakukan lelang. Jadi salah satu pemain global [yang ikut lelang tersebut] adalah Chevron,” kata Yuliot, tanpa mengelaborasi WK mana yang dilirik oleh Chevron.

-- Dengan asistensi Nyoman Ary Wahyudi

(wdh)

No more pages