Sementara itu, saham-saham perindustrian, dan saham infrastruktur juga menguat dengan terapresiasi 0,80%, dan 0,54%.
Sementara Bursa Saham Asia lainnya justru kompak menapaki jalur merah. Pada pukul 17.00 WIB, pelemahan terdalam dialami oleh TW Weighted Index (Taiwan), KLCI (Malaysia), KOSPI (Korea Selatan), SETI (Thailand), NIKKEI 225 (Tokyo), Straits Time (Singapura), Ho Chi Minh Stock Index (Vietnam), SENSEX (India), CSI 300 (China), PSEI (Filipina), TOPIX (Jepang), dan Hang Seng (Hong Kong) yang melemah dan tertekan masing-masing mencapai 1,46%, 0,99%, 0,89%, 0,73%, 0,68%, 0,56%, 0,39%, 0,32%, 0,31%, 0,17%, 0,08%, dan 0,05%.
Sementara itu di sisi berseberangan, hanya ada IHSG (Indonesia) yang menguat mencapai 0,49% dan Shenzhen Comp. (China) terapresiasi 0,33%.
Bursa Saham Asia tersengat sikap Moody's Ratings yang memangkas peringkat kredit Pemerintah Amerika Serikat. Moody's menurunkan peringkat kredit negara tersebut menjadi Aa1 dari sebelumnya Aaa.
Seperti yang diwartakan Bloomberg News, Moody's, yang mengikuti para pesaingnya, menyalahkan Presiden AS dan para anggota parlemen Kongres atas membengkaknya defisit anggaran, yang dikatakannya hanya menunjukkan sedikit tanda-tanda penyempitan.
Penurunan peringkat ini memperkuat kegelisahan Wall Street terhadap pasar obligasi Pemerintah AS karena Capitol Hill memperdebatkan lebih banyak lagi pemotongan pajak yang tidak didanai.
Terlebih, ekonomi juga tampaknya akan melambat saat Presiden Donald Trump mengubah kemitraan komersial yang telah lama terjalin dan menegosiasikan kembali kesepakatan perdagangan.
Moody's mengatakan bahwa mereka memperkirakan “defisit federal akan melebar, mencapai hampir 9% dari PDB pada tahun 2035, melejit dari 6,4% pada 2024, terutama didorong oleh peningkatan pembayaran bunga utang, meningkatnya pengeluaran hak, dan pendapatan yang relatif rendah.”
“Penurunan peringkat ini bisa mengindikasikan investor akan menuntut imbal hasil yang lebih tinggi atas Treasury,” kata Tracy Chen, manajer portofolio di Brandywine Global Investment Management.
Sentimen bernada negatif penurunan surat utang AS mungkin akan menjalar pula ke pasar saham seiring dengan langkah pemodal global menjauhi aset-aset berisiko termasuk aset saham Emerging Market.
“Moody's mengikuti Fitch Ratings yang menurunkan peringkat negara ini menjadi AA+ dari AAA pada tahun 2023 dan Standard & Poor's pada tahun 2011. Moody’s mengatakan mereka memperkirakan utang federal akan meningkat menjadi sekitar 134% dari PDB pada tahun 2035, naik dari 98% tahun lalu,” papar riset Felix Darmawan, Economist Panin Sekuritas pada Senin (19/5/2025).
Penurunan peringkat ini berisiko menambah skeptisisme terhadap dolar dengan indikator kekuatan greenback yang sudah mendekati level terendahnya pada April.
“Moody’s memangkas peringkat (rating) jangka panjang utang Pemerintah AS dari Aaa menjadi Aa1 dengan alasan kekhawatiran terhadap tumpukan utang Pemerintah AS yang terus bertambah hingga US$36 triliun dan meningkatnya beban pembiayaan kembali (refinancing) utang di tengah tingginya suku bunga serta kurangnya reformasi fiskal yang berarti,” papar Phillip Sekuritas Indonesia dalam riset terbaru pagi ini.
(fad/ain)































