Menurut Febrio, perubahan dinamika tersebut sangat berdampak kepada perdagangan dunia dan kinerja eksportir hingga importir Indonesia. Terlebih, barang impor Indonesia selama ini banyak digunakan untuk bahan baku produksi untuk komoditas ekspor Indonesia.
Dengan demikian, sektor manufaktur berbasis tenaga kerja (labor intensive) seperti teksil dan produk tekstil hingga alas kaki akan menjadi fokus perhatian pemerintah dalam konteks melakukan negosiasi tarif dengan AS. Dalam hal ini, pemerintah menggarisbawahi produk-produk asal Indonesia bertujuan untuk melayani konsumen di Negeri Paman Sam.
Febrio menjelaskan Delegasi Indonesia telah bertemu dengan otoritas AS selama agenda International Monetary Fund (IMF) dan World Bank Group (WBG) Spring Meeting pada 14-24 April 2025. Adapun, pihak yang ditemui Indonesia termasuk US Treasury, US Commerce, US Trade Representative (USTR) dan US Foreign Affairs.
Selain itu, dipimpin Menteri Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, delegasi Indonesia mengadakan pertemuan bilateral dengan Menteri Keuangan AS Scott Bessent pada 24 April 2025
Dalam paparannya, Febrio menjelaskan proposal Indonesia adalah menjaga ketahanan energi nasional, memperluas akses pasar Indonesia ke AS, memberlakukan tarif yang lebih kompetitif, mendukung deregulasi untuk meningkatkan kemudahan berbisnis, perdagangan, dan investasi untuk menciptakan lapangan kerja, meningkatkan rantai nilai (value chain) melalui kerja sama industri strategis dan mineral kritis dan mendapatkan akses pengetahuan dan teknologi di sektor-sektor seperti kesehatan, pertanian, dan energi terbarukan.
(lav)






























