Logo Bloomberg Technoz

"Juga, menguatnya ekspektasi penurunan BI rate di pasar jelang pengumuman pekan ini. Bunga acuan perlu diturunkan jadi 5,5% untuk mencegah pertumbuhan ekonomi RI turun lebih rendah dari 4,5%," kata analis Mega Capital Sekuritas Lionel Priyadi dalam catatannya.

Sampai siang hari ini, hasil survei Bloomberg terhadap 26 institusi tentang BI rate dalam keputusan RDG pekan ini menghasilkan angka median 5,50%. Itu berarti, mayoritas ekonom memperkirakan BI akan memangkas bunga acuan sebesar 25 basis poin pada pertemuan bulan Mei ini menjadi 5,50%.

Bila prediksi itu terbukti, maka akan menjadi pemangkasan kedua tahun ini setelah pada Januari lalu, BI secara tak terduga menurunkan bunga acuan.

Sinyal pelemahan ekonomi domestik yang kian kuat dinilai menjadi pendorong utama keputusan pelonggaran ekonomi.

Pada saat yang sama, kinerja rupiah juga sudah lebih baik sejak RDG terakhir digelar pada pertengahan April lalu. Rupiah telah menguat 2,59% sejak terakhir kali BI rate diputuskan di 5,75% pada bulan lalu.

"BI rate kemungkinan akan diturunkan jadi 5,50% dengan bank sentral memanfaatkan penguatan rupiah belakangan dan gencatan tarif dagang Tiongkok-AS. Pertumbuhan ekonomi yang berlanjut melemah pada kuartal 1-2025 akibat lesunya investasi dan konsumsi rumah tangga bahkan sebelum terjadi guncangan akibat tarif resiprokal pada April. Rupiah sudah menguat dengan kinerja melampaui mata uang Asia lain," kata Ekonom Bloomberg Economics Tamara Mast Henderson.

Rupiah pulih

Rupiah yang sudah jauh lebih stabil dan makin menguat akan mempertebal kepercayaan diri Bank Indonesia untuk melanjutkan pelonggaran moneter.

Para analis dari berbagai institusi asing meyakini rupiah berpeluang membukukan kinerja penguatan nan kuat pada separuh kedua tahun ini di tengah masa suram dolar AS yang dinilai sudah berlangsung.

Pamor dolar AS di pasar global makin terkikis seiring dengan kinerja perekonomian terbesar di dunia itu yang mengecewakan ditambah sinyal kuat bahwa Presiden AS Donald Trump lebih menyukai dolar yang lemah karena akan baik bagi kinerja dagang mereka.

Rupiah telah mencetak penguatan 2,47% sejak pertemuan BI terakhir pada April lalu (Riset Bloomberg Technoz)

Beberapa bank investasi asing yang dikenal sebagai top forecaster rupiah, di antaranya TD Securities, memperkirakan, rupiah berpotensi menguat hingga lebih dari 4% di sisa tahun ini dari posisi Jumat lalu di Rp16.440/US$. Itu berarti, rupiah potensial menuju kisaran Rp15.700-an/US$ tahun ini. 

Adapun ING Financial Market, institusi keuangan yang berpusat di New York, melempar prediksi lebih optimistis. Menurut lembaga ini, rupiah bisa menyentuh level Rp15.200/US$ pada akhir tahun 2025. Sementara analisis dari Citigroup Global Market memprediksi, rupiah diperkirakan menguat di kisaran Rp16.000/US$ tahun depan. 

Optimisme dari investor asing itu juga disebut oleh Bahana Sekuritas. "Kami dikejutkan oleh banyaknya stance bullish dari para investor asing untuk rupiah. Mereka melihat rupiah sudah terlalu oversold di tengah tren pelemahan dolar AS," kata Kepala Riset Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro, menggambarkan kesan pertemuan dengan para klien investor institusi mereka. 

Para investor asing kakap itu di antaranya menanyakan, sektor apa saja yang akan diuntungkan oleh mata uang rupiah yang lebih kuat. Juga, seperti apa dampak penguatan rupiah terhadap pendapatan korporasi di Tanah Air.

Animo asing yang kembali 'hijau' untuk aset rupiah sudah terlihat di pasar sejauh ini. Data Bloomberg mencatat, selama Mei ini, pemodal asing telah mencatat net buy senilai US$ 115,8 juta, sekitar Rp1,90 triliun month-to-date. Pekan lalu menjadi momentum asing berbelanja besar di bursa saham, dengan nilai net buy Rp5,03 triliun.

Adapun di pasar surat utang, asing juga masih positif dengan menaikkan posisi kepemilikan di SBN senilai Rp10,14 triliun selama Mei ini sehingga sepanjang tahun ini di pasar fixed income asing mencetak net buy US$ 1,79 miliar.

Analis menilai, sentimen terhadap rupiah bisa makin membaik bila penghematan fiskal yang ditempuh Pemerintah RI berlanjut. "Jika kita melihat pergeseran dalam pengeluaran yang menunjukkan berkurangnya pengeluaran sosial [bansos] dan komitmen lebih kuat pada target fiskal, rupiah mungkin lebih tangguh dan bahkan mampu menutup pelemahan sepanjang tahun ini," kata Brendan McKenna, Ekonom Wells Fargo Securities, yang memperkirakan BI akan memangkas 25 bps pekan ini hingga total menggunting bunga acuan sebanyak 75 bps tahun ini.

Penerbitan samurai bond

Momentum pemangkasan BI rate juga mungkin akan makin kuat di tengah rencana penerbitan SBN valas dalam denominasi yen, samurai bond, oleh Pemerintah RI dalam waktu dekat.

Penerbitan SBN valas bisa menambah pasokan valuta asing di sistem domestik yang memperkuat posisi cadangan devisa sehingga rupiah bisa lebih terjaga.

Uang kertas Jepang 10.000 yen, 5.000 yen, dan 100 dolar AS diatur untuk difoto di Tokyo, Jepang, Jumat (10/5/2024). (Noriko Hayashi/Bloomberg)

Pemerintah RI telah memberikan mandat pada beberapa perusahaan keuangan terkemuka, di antaranya Daiwa, Mitsubishi UFJ Morgan Stanley, Mizuho dan Nomura sebagai Joint Lead Managers untuk penerbitan samurai bond tersebut, dilansir dari Bloomberg.

Transaksi penjualan samurai bond diperkirakan akan dilangsungkan dalam waktu dekat, yang akan ditentukan dengan melihat kondisi pasar.

Selama 2025 ini, Pemerintah RI di bawah Presiden Prabowo Subianto baru sekali menjual global bond yakni pada Januari lalu. Global bond diterbitkan dalam denominasi dolar Amerika Serikat dan euro, senilai US$ 2 miliar dan EUR 1,4 miliar.

Penerbitan global bond akan menambah suplai likuiditas valas di dalam negeri yang akan positif bagi penguatan nilai rupiah. Nilai cadangan devisa pada akhir April lalu telah terkuras US$ 4,6 miliar akibat kebutuhan intervensi rupiah yang menghadapi tekanan hebat karena turbulensi pasar global.

Penerbitan global bond akan menjadi sentimen bagus bagi pasar surat utang karena tambahan suplai valas yang kian besar di pasar bisa mendukung rupiah lebih stabil sehingga Bank Indonesia bisa menyegerakan pemangkasan bunga acuan, BI rate, demi membantu perekonomian yang mulai melemah.

(rui/hps)

TAG

No more pages

Artikel Terkait