Yuliot menerangkan terdapat dua mekanisme investasi di CATL, di mana raksasa baterai global tersebut harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Pemerintah China.
Untuk investasi tahap pertama, CATL merencanakan pembangunan pabrik baterai berkapasitas 15 gigawatt (GW) per tahun di Tanah Air. Akan tetapi, yang sudah mendapatkan persetujuan dari otoritas di Negeri Panda adalah sebesar 7,5 GW per tahun mulai 2026.
“Namun, mekanisme investasi yang mereka lakukan ini tidak saja berasal dari pendanaan [dari Pemerintah China], tetapi mereka juga mendapatkan pendanaan dari IPO [penawaran publik perdana], sehingga target kapasitas 15 GW itu bisa dilakukan,” terang Yuliot.
Saat ini, sambungnya, CATL telah menyampaikan perjanjian kerahasiaan atau non disclosure agreement (NDA) kepada Pemerintah Indonesia.
“Salah satunya, mereka juga sudah menyampaikan NDA, tetapi mereka sudah memiliki offtaker beberapa vendor kendaraan. Vendornya ada yang dari Eropa, ada yang dari Amerika [Serikat], tetapi itu mereka belum bisa menyampaikan ini offtaker-nya dari siapa,” tegas Yuliot.
CATL bulan lalu dikabarkan mencari pinjaman US$1 miliar atau sekitar Rp16,46 triliun (asumsi kurs Rp16.460 per dolar AS) untuk mendanai pabrik sel baterai di Karawang, Jawa Barat.
Fasilitas pinjaman ini diperkirakan memiliki tenor antara 5 tahun sampai 7 tahun, menurut sejumlah narasumber yang identitasnya dirahasiakan kepada Bloomberg.
Rencanannya, dana hasil pinjaman itu akan digunakan untuk membiayai usaha patungan bersama dengan konsorsium Indonesia Battery Corporation (IBC) terkait dengan investasi pabrik sel baterai di Karawang.
Pembicaraan dengan calon pemberi pinjaman masih berlangsung dan detail terkait dengan pinjaman itu masih bisa berubah, tambah para sumber. Di sisi lain, CATL belum memberikan tanggapan atas permintaan konfirmasi.
Manuver CATL untuk memperluas produksi baterainya di Indonesia dilakukan saat raksasa baterai kendaraan listrik asal China ini mulai menjajaki minat investor untuk potensi penawaran saham senilai US$5 miliar — yang bisa menjadi salah satu IPO terbesar di Hong Kong dalam beberapa tahun terakhir.
Pada Oktober tahun lalu, CATL melalui anak usahanya CBL International Development membentuk usaha patungan dengan IBC.
Usaha patungan ini berencana berinvestasi sebesar US$1,2 miliar di Indonesia untuk meningkatkan kapasitas produksi baterai perusahaan asal Fujian tersebut menjadi 15 GW per tahun.
Di sisi lain, CATL sebelumnya memastikan dampak tarif dari Amerika Serikat (AS) terhadap perseroan relatif minim. Alasannya, eksposur bisnis CATL ke Amerika Serikat relatif kecil.
(wdh)































