Logo Bloomberg Technoz

"Yang justru mengancam adalah apabila minyak nabati lain seperti bunga matahari dan minyak kedelai dengan suplai melimpah, maka pembeli bisa beralih kalau harga minyak sawit lebih mahal," tutur Eddy.

Gapki sendiri sebelumnya melaporkan realisasi ekspor CPO beserta produk turunannya sepanjang Februari tahun ini sebanyak 2,80 juta ton, naik 43% dari bulan sebelumnya yang sebanyak 1,96 juta ton.

Dari sisi tujuan negara, India paling banyak menjadi tujuan ekspor dengan total mencapai 112.000 ton atau naik 245% secara bulanan. Kemudian, Pakistan sebanyak 361.000 ton atau naik 103% mtm, Bangladesh naik 108% jadi 194.000 ton, dan China naik 59% jadi 434.000 ton.

Sementara, ekspor ke Malaysia juga naik 100% secara bulanan menjadi 172.000 ton, diikuti Uni Eropa yang juga naik 49% jadi 298.000 ton. Sementara itu, ke Rusia turun 52% jadi 35.000, Amerika Serikat (AS) turun 10% jadi 153.000 ton, serta Mesir yang turun 15% jadi 74.000 ton.

Terburu-buru

Di sisi lain, Fadhil menilai keputusan pemerintah untuk kembali menaikkan PE CPO terkesan terburu-buru. Hal tersebut lantaran dilakukan ditengah gejolak perang dagang akibat kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS), yang juga kemungkinan akan mempengaruhi industri negara produsen CPO seperti Indonesia

"Saya kira harusnya tidak dilakukan sekarang. Harusnya menunggu sampai 2 bulan, atau terjadi kesepakatan perdagangan perundingan tarif ke US, sehingga respons lebih akurat," kata dia.

Fadhil mengatakan, apalagi, pemerintah melalui Kementerian Keuangan kemarin hanya menaikkan pungutan ekspor saja, tidak berbarengan dengan penyesuaian tarif bea keluar (BK).

Padahal, kata dia, Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya telah menjanjikan jika pemerintah menaikkan PE CPO, harus dibarengi juga dengan penyesuaian tarif BK .

"Seharusnya dilakukan secara bersamaan dan komprehensif. Padahal Bu Menkeu juga [sebelumnya menjanjikan] akan menyesuaikan BK. Jadi ada konsistensi," tutur Fadhil.

(ain)

No more pages