Greg Sullivan dan Henry Meyer - Bloomberg News
Bloomberg, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping memulai pertemuan bilateral di Moskow pada Kamis (8/5/2025), menegaskan kekuatan aliansi antara kedua negara yang semakin solid dalam menghadapi dominasi tatanan dunia yang dipimpin Amerika Serikat.
“Rusia dan China memiliki kemitraan yang utuh dan kepentingan strategis,” kata Putin dalam pembukaan pertemuan tersebut. “Kami mengembangkan hubungan ini demi kepentingan kedua bangsa kami dan bukan ditujukan untuk melawan siapa pun.”
Sementara itu, Presiden Xi menegaskan bahwa China akan “secara tegas membela” kepentingannya sendiri, juga kepentingan Rusia dan negara-negara berkembang lainnya.
Kunjungan Xi selama empat hari ke Moskow dimulai pada Rabu dan bertepatan dengan peringatan 80 tahun kemenangan Rusia atas Nazi Jerman dalam Perang Dunia II. Lebih dari 20 pemimpin dunia dijadwalkan hadir dalam peringatan tersebut, termasuk Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva.
Putin menyampaikan bahwa pasukan China yang ikut serta dalam parade militer 9 Mei di Lapangan Merah akan menjadi kontingen asing terbesar dalam acara tersebut.
Ini merupakan pertemuan langsung pertama antara Putin dan Xi sejak Presiden AS Donald Trump memicu perang dagang melalui kebijakan tarif dan pertahanan yang mengguncang hubungan Washington dengan sekutunya, mulai dari Eropa hingga Jepang. Di saat bersamaan, pemerintahan Trump mulai menjauh dari berbagai lembaga internasional.
Situasi itu dimanfaatkan oleh China untuk memperkuat misinya dalam menantang dominasi AS di panggung global — sebuah misi yang kini sejalan dengan Rusia, terutama sejak Putin melancarkan invasi ke Ukraina pada Februari 2022.
China menjadi penyokong utama Rusia secara ekonomi dan diplomatik setelah perang dimulai. Menjelang invasi tersebut, kedua negara juga mengumumkan hubungan “tanpa batas” yang menandai eratnya kerja sama mereka.
Menurut penasihat kebijakan luar negeri Kremlin, Yuri Ushakov, pembahasan antara kedua pemimpin pada Kamis mencakup isu-isu utama seperti perang Rusia-AS, kerja sama dalam kelompok BRICS dan G-20, serta proyek-proyek ekonomi dan energi.
Salah satu agenda penting adalah pembahasan proyek pipa gas Power of Siberia 2, yang direncanakan melintasi wilayah Mongolia. Ushakov mengatakan bahwa kedua pemimpin juga akan memberikan keterangan kepada media setelah pertemuan.
Rusia saat ini sedang berupaya mendapatkan persetujuan dari China untuk proyek tersebut. Namun Beijing masih berhati-hati dan belum ingin mengikat diri karena merasa tidak dalam kondisi mendesak untuk menambah pasokan energi. China juga ingin menjaga keragaman sumber energinya, tanpa terlalu bergantung pada satu negara saja.
Sejak dimulainya invasi ke Ukraina, sanksi ekonomi besar-besaran dari negara-negara Barat mendorong Moskow memperkuat hubungan dagang dengan China. Berdasarkan data bea cukai China, nilai perdagangan bilateral antara kedua negara mencapai rekor tertinggi sebesar 245 miliar dolar AS pada 2024, meningkat 68% dibanding tahun 2021.
(bbn)